Kamis, 17 Maret 2011

Antara Gedung Putih dan Cikeas


Franklin Delano Roosevelt (January 30, 1882 – April 12, 1945) terpilih sebagai Presiden AS yang ke 32 ( masa bertugas 1933 – 1945) dan berhasil meraih predikat central figure di mata warga Negara Amerika di pertengahan abad ke 20. Bahkan masyarakat duniapun mengakui kebesaran kepemimpinannya, terbukti Maskot Man of The Year 1933 untuk Majalah TIMES jatuh ke figure dia. Roosevelt memimpin Bangsa Amerika saat terjadinya krisis hebat karena berkecamuk PD II. Dia adalah satu satunya Presiden Amerika yang menjabat presiden selama 4 kali jabatan. Tekad untuk merealisasikan kebangkitan ekonomi dimulai dari program 100 harinya, yang diawali pada 4 Maret 1933, dengan perjuangan mengajukan dana pembangunan sebesar 3,5 milyar dollar AS ( jumlah yang fantastis di kala itu) Roosevelt berhasil mendapat kepercayaan sejumlah besar anggota konggres.

Langkah yang pertama diambil adalah membangun waduk di Negara Bagian Teenese, untuk keperluian pembangkit tenaga listrik di daratan Amerika sehingga mampu menstimulir industrialisasi dan proyek padat karya untuk meningkatkan taraf hidup warga AS. Franklin Delano Roosevelt, atau dikenal dengan inisial FDR adalah figure yang penuh percaya diri, keyakinanya bahwa Bangsa Amerika tidak mungkin mengharapkan adanya “Invisible Hand” yang akan mengentaskan mereka dari keterpurukan ekonomi atau konsep pertumbuhan ekonomi hanya disandarkan pada pertumbuhan ekonomi dengan sendirinya secara alamiah, membawanya pada kinerja yang koseptual dengan slogan “New Deal”.



Saat Roosevelt dilantik untuk jabatan presiden 4 Maret 1933 ( 32 hari setelah Hitler terpilih sebagai Conelor Jerman), masyarakat AS mengalami kejatuhan ekonomi pada titik terendah sepanjang sejarah kehidupan bangsa ini. Serempat tenaga kerja produktif dalam keadaan menganggur, petani menjadi putus asa karena harga panen jatuh mencapai 60 %. Industrialisasi menjadi terpuruk hingga mencapai 50 % sejak tahun 1929 ditambah dengan 2 juta rakyat Amerika tidak memiliki tempat tinggal, bahkan pada tanggal 4 Maret sore hari, sebanyak 32 dari 48 negara bagian telah menutup operasional bank mereka.

Namun tidak berpa lama pencapaian laju ekonomi meningkat tajam antara tahun 1933 hingga 1937, tetapi tidak lama kemudian AS jatuh ke resesi yang lebih dalam lagi. Untuk itu demi keamanan posisi politiknya Roosevelt membentuk Koalisi Konservatif yang dibentuk Tahun 1937. Lantaran di bawah kepemimpinanya, yang mampu membawa Bangsa Amerika sarat dengan prestasi peningkatan ekonomi, terutama penyelamatan masyarakat yang terentaskan dari pengangguran setelah berakhirnya PD II. Maka warga Negara Paman Sam masih memberi angin kekuasaan padanya.

Betapa tidak GNP Amerika meingkat sebesar 34 % pada tahun 1936 dibanding dengan keleseun ekonomi pada tahun 1932, dan pencapaian ini melejit lagi sebesar 58 % pada tahun 1940, justru di masa dimulainya PD II. Sehingga bisa kita simpulkan bahwa laju petumbuhan ekonomi mencapai 58 % dari tahun 1932 hingga tahun 1940 atau selama 8 tahun damai, dan 56 % berlangsung selama tahun 1940 hingga tahun 1945 selama 5 tahun berperang di PD II.

Akan tetapi melejitnya pertumbuhan ekonomi belum mampu menyerap semua tenaga kerja yang mengganggur. Meski angka pengangguran menurun drastis pada masa pertama dia menjabat presiden, yaitu 14,3 % di tahun 1937 (relative sama dengan angka pengangguran Negara kita di tahun 2010) dari 25 % masa sebelum dia menjabat. Angka pengangguran meningkat lagi menjadi 19,8 % pada tahun 1938 dan bertahan pada 17, 2 % pada tahun 1939 hingga terjadinya PD II.

Prestasi Roosevelt yang dimulai dari garis start “New Deal” ditiru SBY dan Kalla dengan Manifestasi Politik “Indonesia Bisa” pada April 2009, yang bertujuan untuk mengoptimalkan daya dukung Bangsa Indonesia yang telah memiliki modal dasar kuat, baik untuk menjawab berbagai bentuk tantangan, sekaligus sebagai sarana mewujudkan cita-cita nasionalnya. Namun justru manifest tersebut elum menyentuh essensi karena bangsa ini telah mengalami keterpurukan SDM akibat sistim pendidikan yang terpuruk selama 32 tahun.

Tujuan optimalisasi tersebut hanyalah suatu isapan jempol lantaran budaya korupsi masih menerjang kalangan oknum petinggi dari kalangan kepala daerah hingga jabatan mentri, anggota dewan (kasus Miranda Goeltom) dan lain sebagainya. Bahkan opini publikpun telah berkembang dengan adanya asumsi tebang pilih bagi penyelesaian hukum untuk para koruptor, lantaran kepentingan eksistensi kekuasaan SBY seperti yang dilansir oleh Harian Australia, The Age, Jumat (11/3/2011), yang memuat berita utama tentang penyalahgunaan kekuasaan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Laporan harian itu berdasarkan kawat-kawat diplomatik rahasia kedutaan besar Amerika Serikat di Jakarta yang bocor ke situs WikiLeaks.

Kawat-kawat diplomatik tersebut, yang diberikan WikiLeaks khusus untuk The Age, mengatakan, Yudhoyono secara pribadi telah campur tangan untuk memengaruhi jaksa dan hakim demi melindungi tokoh-tokoh politik korup dan menekan musuh-musuhnya serta menggunakan badan intelijen negara demi memata-matai saingan politik dan, setidaknya, seorang menteri senior dalam pemerintahannya sendiri.
Apabila situs internet tersebut memang terbukti benar maka akan runyamlah misi kita bersama dalam pembangunan mencapai masyarakat berkeadilan. Apalagi tayangan harian Australia tersebut berhasil menerbangkan badai bermuatan politik untuk segera menjatuhkan SBY dari kursi kepresidenan di tengah pendewasaan politik bangsa yang belum mapan ini. Lantas bagaimana kelanjutan pertumbuhan ekonomi bangsa ini yang terus menerus hanya berkisar pada 6 %.Akankah daya dukung bangsa ini akan mampu melentingkan menjadi jauh di atas angka tersebut. Bagaimana SBY mampu melejitkan pertumbuhan ekonomi hingga angka yang pernah dicapai oleh Roosevelt, yang memimpin Bangsa Amerika yang sangat dalam terpuruk di tahun 1933, yang melebihi keterpurukan bangsa kita.

Memang antara dua bangsa ini memiliki variasi perbedaan yang sangat luas, sehingga kita tidak bijaksana untuk memproyeksikan SBY dengan keberhasilan Roosevelt. Namun bukan berarti sepak terjang SBY yang menyalah gunakan kekuasaan tersebut, adalah kinerja SBY yang tulus dan serius dalam mengemban amanat bangsa. Inilah perbedaan esensi antara SBY dan Roosevelt.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar