Jumat, 17 September 2010

Mendambakan KOTA SEMARANG Yang Nyaman


(SEBUAH SARAN UNTUK PAK WALI YANG BARU)

Memasuki hari ke dua setelah Pilwakot Semarang Th 2010 = 2015, sebuah pandangan ke depan yang optimis langsung merebak dari hati penulis, setelah mengetahui kemenangan yang diraih pasangan MARHEN. Perasaan ini tidak timbul lantaran simpatik yang berlebihan, tetapi semata niatan merefleksasikan urgensi Kota Semarang sebagai kota metropolitan yang sejuk, asri, aman, maju serta memliliki drainage yang representatif, yang cukup dikonotasikan dengan predikat “kota nyaman”, yang kita dambakan.

Tentunya Marhen harus mampu menautkan semua institusi yang terlibat agar mampu bergerak selaras, bagaikan mesin sebuah arloji yang harus kompak berputar demi sang waktu. Kita sambut gembira pernyataan pasangan Marhen yang akan menerapkan aspek kebersamaan sesuai janjinyaya, untuk membentuk stakeholder baik perorangan maupun lembaga untuk bersama-sama membangun Kota Semarang.

Sebagai ibu kota Provinsi Jateng, tentu pembangunan Kota Semarang harus memfokuskan pada specifikasi yang dimiliki kota Semarang yaitu adanya prediksi ilmiah Dr. Ir. Suripin M.Eng, yang dikutip dari abstraksi Dwiyanto, Agung (2009) Stasiun Tawang Yang Terdholim, yang diterbitkan Jurnal Nasional, menyatakan bahwa topografi wilayah Semarang memiliki kemiringan antara 0 sampai 2% dan ketinggian ruang antara 0-3,5 mdpl. Adapun Semarang bagian atas dengan ketingggian antara 90-200 meter dari permukaan laut. Semarang sudah menjadi langganan banjir dan rob sejak beberapa tahun yang lalu. Jika penanganan banjir tidak sistimatis, diperkirakan pada 2019. Semarang bawah akan tenggelam. Prediksi itu didasarkan pada penurunan lahan yang terjadi tahun demi tahun, yang semakin lama semakin mengkhawatirkan.

Dengan prediksi ilmiah tersebut, maka tentunya akan menimbulkan perasaan masyarakat yang tidak nyaman untuk bermukim di Semarang. Apalagi bila kita menyaksikan realisasi penyelamatan kota Semarang oleh autoritas yang masih belum mengenai sasaran (pembangunan polder di depan Statiun tawang, rumah pompa tlogosari yang belum berhasil guna). Apalagi dengan timbulnya dampak yang nyata akibat terjangan rob, yaitu rusaknya Jalan Barito dan ruas jalan lainnya yang belum terbenahi.

Apabila kelak terjadi kota yang hilang akibat terambahnya banjir rob, maka tentu saja sebagian besar warga Semarang yang berdomisili di Semarang Utara tidaklah mungkin mempertahankan tempat tinggalnya, terutama bagi yang mampu. Namun masalah pelik mulai muncul bila ancaman itu mendera masyarakat menengah ke bawah, yang tidak memiliki tempat pemukiman lainnya, Maka menjadi tantangan yang berat bagi Marhen untuk peduli wilayahnya, masyarakat serta amanat yang diembanya.

Namun disamping itu, specifikasi lainnya pun dimiliki kota Semarang dengan topografi nya unik, yaitu perbedaan yang signifikan antara topografi pantai (sebelah utara) dengan daratan berbukit di bagian selatan Kota Semarang. Dengan demikian Semarang bagian bawahlah yang menjadi penampungan air hujan dari bagian selatan. Tentu saja Marhen disarankan untuk mengkonsep lagi sistim drainage kota yang serius, setidak-tidaknya merehabilitir drainage yang pernah dikonsep pemerintah kolonial dulu. Karena banyak sistim drainage peninggalan kolonial yang sekarang tak berfungsi optimal karena sedimentasi.

Rasa heran bercampur prihatin mengganjal dalam benak kita semua, tatkala kita menyaksikan Kota Semarang bagian atas yang telah disulap menjadi tempat pemukiman komersil oleh pihak pengembang (Jati Sari, BSB dan lain sebaganya) yang menonfungsikan reservoir raksasa air hujan alami, berupa pohon-pohon taunan yang kini rata dengan tanah. Tentunya sikap ini sama saja dengan menelantarkan anak cucu kita sendiri, karena kita tak mampu memegang amanat mereka. Padahal luas tanah 1 m persegi mampu menyimpan air tanah sebanyak 4,000 liter. Fenomena ini menggambarkan betapa terancamnya kehidupan warga Kota Semarang di decade mendatang.

Namun demikian merealisasikan Semarang Kota Nyaman tidak serta merta mengatasi tantangan alamiah belaka. Dengan penerapan teknologi yang telah diraih ahli Planalogi tantangan seperti itu bisa diatasi. Tetapi mentalitas dan moralitas warga Semarangpun harus mendapat kajian yang professional dan proporsional dalam kaitanya dengan kenyamanan hidup masyarakat sosial. Apabila kita mencermati kehidupan social Kota Semarang tentunya kita akan dihadapka pada kompleksitas yang tinggi, untuk menorehkan skala prioritas pemberdayaan potensi yang ada sekaligus factor pengendala yang paling domnan terhadap kemajuan sebuah masyarakat.

Namun lepas dari itu semua, terdapan nilai mendasar yang wajib Marhen perhatikan dalam pengentasan Kota Semarang, yaitu peningkatan laju ekonomi, kesehatan dan pendidikan. Dengan adanya perhatian tiga komponen tersebut maka bila kebutuhan mendasar sebuah masyarakat social akan terpenuhi pada gilirannya nanti akan terealisasi Kota Seamarang yang Nyaman sebagai Impian kita bersama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar