Selasa, 10 Agustus 2010

KORAN DAN MINAT BACA

Sebenarnya mudah saja kita mendefinisikan fungsi Koran/surat kabar yang hadir di tengah kita, yaitu memberi informasi kepada masyarakat luas. Meski semakin tinggi kompleksitas sosial masyarakat, semakin perlu juga definisi tersebut dikaji ulang seperlunya sesuai dengan ketajaman media tersebut di wajah sang jaman. Sehingga jadilah media sebagai agen pencerahan publik, yang meliputi fungsi tp inform (menginformasikan), to educate (mendidik ), to influence (mempengaruhi), to entertain (menghibur) dan to mediate (mediasi). Setelah setiap media di abad modern ini tampil dengan wajah yang koprehensif, maka tentunya media itupun memiliki konsekuensi moral mengantarkan masyarakatnya menuju “mayarakat yang bertaut dengan perguliran jaman modern”, yang ditengarai dengan sikap haus inovasi, informasi dan segala kebutuhan pemoles demi kenyamanan hidup masyarakat. Namun sayangnya fitur masyarakat Indonesia belum mampu menapaki fitur yang demikian, lantaran masih kuatnya jebakan keterpurukan multidimensional dan “rendahnya minat baca.”. Apakah kompleksitas negatif ini dibiarkan tertus merongrong “hasrat ingin maju” masyarakat kita, apalagi di usia negara ini yang sudah menginjak 65 tahun. Seperti kita ketahui bersama bahwa di jaman globalisasi ini, bagi siapa saja yang berniat menggali informasi, tak ada lagi factor yang mengendala. Realitas ini timbul dengan sendirinya lantaran didukung dengan hadirnya beberapa Koran, baik lokal di daerah yang menjadi fokus publikasinya, atau Koran nasional. Bahkan lebih bervariasi lagi antara koran 0n-line, cetak atau hybrid antara keduanya Namun tetap saja hadirnya koran lokal, belum mampu mengentaskan minat baca publik. Penyebab utama yang mengganjal adalah faktor ekonomi dan kemauan untuk menggali informasi itu sendiri. Menanggapi permasalahan tersebut, kita cenderung menilai, sebenarnya harga koran secara umum bersifat relatif, karena tergantung kita untuk menempatkannya. Bila kita berdiri pada sisi media masa sebagai suatu kebutuhan primer, yang memberi pencerahan dan sumber gagasan yang dibutuhkan suatu masyarakat, maka tentunya harga koran akan jauh lebih murah dibanding dengan peranannya. Apalagi bila kita menapaki koran sebagai kebutuhan sekunder, yang berfungsi menanamkan nilai-nilai mendasar, maka kitapun wajib hukumnya untuk membaca koran. Apalagi dengan terjadinya badai degradasi moral masyarakat Indonesia, maka tentu saja harga koran tidak pernah kita permasalahkan lagi. Untuk membantu memberi solusi ini, kita cenderung menggaris bawahi hubungan antara eksistensi suatu media massa dengan minat baca masyarakat yang berbanding lurus, bahkan terjadi interaksi yang signifikan antara kedua unsur tersebut. Semakin tingginya minat baca suatu masyarakat akan semakin kokoh pula eksistensi suatu media massa. Sehingga poin utama yang harus kita kaji disini adalah minat baca masyarakat Indonesia yang memprihatinkan, meskipun sebenarnya biaya untuk mendapatkan informasi tidak menjadi faktor kendala. Hal ini karena dilatarbelakangi dengan bergulirnya era internetisasi, era dimana mekanisme pelayanan informatika publik sudah tidak masalah lagi. Betapa tidak dengan dana hanya sebesar Rp5.ribu, kita bisa mengarungi dunia yang serba informatif sekaligus inovatif, melalui warnet yang telah tersebar hingga perkampungan. Apalagi saat ini telah marak ratusan koran online. Tinggalah kita mencermati urgensi minat baca yang sedemikian vitalnya, karena membaca menurut Gleen Doman (1991 : 19) dalam bukunya How to Teach Your Baby to Read menyatakan, membaca merupakan fungsi yang paling penting dalam hidup. Semua proses belajar didasarkan pada kemampuan membaca. Selanjutnya melalui budaya masyarakat membaca, kita akan melangkah menuju masyarakat belajar atau learning society (Sumber: H Athaillah Baderi, 2005. Wacana ke Arah Pembentukan Sebuah Lembaga Nasional Pembudayaan Masyarakat Membaca. Pengukuhan Pustakawan Utama).. Dengan kondisi demikian, bagaimana kita mampu menciptakan learning society seperti yang dinyatakan Gleen Doman di atas. Hanya sebuah perjuangan yang keras dan terintegral antara semua unsur yang bertanggung jawab terhadap penyiapan generasi minat baca harus terus dikukuhkan. Hal ini karena untuk mengentaskan minat baca masyarakat kita sama saja dengan mengubah sebuah budaya masyarakat (social changes). Konsekuensi logis dari ini semua adalah dilakukannya penanaman sikap sedini mungkin untuk mencintai dan membaca buku pendukung pembelajaran sekolah, hasil tayang media massa, laporan ilmiah, buku fiksi dan non fiksi dan lain sebagainya. Sudah saatnya kita mengejar ketertinggalan dengan negara-negara Asia dalam hal minat baca, tentunya dengan instrumen-instrumen pendukung seperti revolusi pendidikan, internetisasi desa, subsidi negara terhadap biaya kertas sehingga mengakibatkan menurunya harga koran dan sejenisnya, pemberian bahan ajar ke peserta didik cuma-cuma di setiap jenjang satuan pendidikan, penerapan Jambemas (Jam Belajar Masyarakat) dan lain sebagainya. Kita tidak usah malu-malu dalam meniru langkah Malaysia dalam mengentaskan minat baca, dengan cara pemberian buku ajar kepada peserta didik secara gratis, dengan mutu bahan ajar yang representatif. Dan sebagai bukti keseriusan dalam hal minat baca ini, mereka mencetak buku ajar tersebut dengan kualitas yang bagus dan banyak mengadopsi bahan ajar dari negara-negara maju.(Dari berbagai sumber)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar