Sebuah konflik sosial yang
merupakan ciri khas dari negara-negara
berkembang yang padat penduduknya, kembali menguat belakangan ini, yaitu
menggilanyanya praktek premanisme di Jakarta yang telah begitu meresahkan masyarakat yang sedang menggeliat berjuang
melawan daya beli yang terus merosot. Mereka “yang sebenarnya dari usia dini
telah mendapatkan pembelajaran budi pekerti yang baik di sekolah dan lingkungan
sosial” sebenarnya adalah anggota
masyarakat yang memaksakan nyalinya
sendiri, dan menjual hidupnya demi upah yang tidak seberapa harganya dibanding
dengan “moralitas sebagai manusia Indonesia yang Berbudi Luhur”, yang
sebenarnya bisa mereka jadikan aset sosial untuk menjual jasa mereka dengan baik,
santun dan terpuji.
Mereka sudah tidak lagi remaja
yang penuh symbol kegagahan dan memaksakan diri untuk menjual dirinya sendiri
demi pengakuan komunitasnya yang konyol. Namun apa sebabnya mereka menjadi
sebagian kecil masyarakat yang nanar dan meradangkan amarah demi profesi mereka
yang kerap melanggar hukum. Mereka identik dengan pelaku kekerasan dan bila mungkin tak segan untuk menghilangkan
nyawa sasaran yang dituju. Sehingga jadilah negara kita seakan akan tidak
memiliki paying hukum lagi. Aksi mereka mirip dengan gangster di abad cowboy
yang pernah terjadi di negara Amerika beberapa abad silam.
Dalam tayangan media elektronik,
kita saksikan sendiri bahwa mereka dengan leluasa menguasai jalan-jalan di
ibukota dengan mengacung-acungkan parang dan senjata api rakitan. Apakah mereka
tidak sadar bahwa aksi mereka sebanarnya hanya “sebutir pasir di tengah padang
pasir” bila dibanding dengan kekuatan personil apart kekuatan yang kita miliki,
pabila memang institusi lembaga berwajib elah sigap, siap dan professional
dalam menindak tegas mereka. Kekuatan merekapun akan tidak berarti apa-apa
apabila nurani seluruh Rakyat Indonesia “sebagai power people” berniat untuk
melindas mereka. Meski premanisme kini telah bermetamorfosis menjadi bentuk
baru, yaitu merebaknya organisasi kemasyarakatan yang resmi.
·
Pendekatan
Komprehensif
Setiap anggota masyarakatpun telah
tahu, bahwa untuk mengatasi premanisme yang membenalu di sekujur tubuh bangsa
ini, adalah dengan pendekatan sosial yang komprehensif. Hal ini berarti bahwa
apa, siapa dan bagaimanapun anggota masyarakat di sekitar kita wajib kita
pandang dari aspek yang menyeluruh dan bukan hanya terhadap preman yang
mengumbar bafsu amarah di jalan jalan saja.
2
Namun dengan menyunting pendapat
Dr Sodharto MA, tokoh masyarakat Jawa Tengah yang menyiratkan bahwa masyarakat kita dewasa ini telah
mengalami perubahan sikap hidup dan budi pekerti. Dengan distorsi sosial yang
terjadi seperti sekarang ini, bagaimana kita mampu mencanagkan program
pembangunan Masyarakat Indonesia seutuhnya yang telah dipoles dengan
pembelajaran di sekolah dan lingkungan sosialnya. Bila telah terbukti secara
hukum, banyak oknum petinggi kita yang telah massuk penjara akibat laku tidak
terpuji berupa korupsi.
Padahal dewasa ini masyarakat
Indonesia telah menempati strata diversifikasi sosial yang beragam, yaitu
sebagian masyarakat kita yang telah
mengenyam pendidikan tinggi dan berprofesi formal. Sehingga mampu
menempatkan diri dan memiliki pengakuan sosial di tengah masyarakat. Sedangkan
sebagian lainya menempati strata buruh, yang berpendidikan formal layak serta
memiliki profesionalisasi di bidang yang ditekuni, baik berkecimpung di sector
formal maupun nonformal. Sedangkan sebagian besar lainya memiliki pendidikan
yang belum memadai dan berkecimpung di dalam sector non formal.
Meskipun diversifikasi tersebut
digambarkan dengan asumsi yang kasar, namun tetap saja bahwa untuk strata yang
terakhir di atas masih menempati proporsi yang tinggi , maka wajar saja pada
strata ini terjadilah potensi laten yang mampu berdinamika seperti bola liar
yang dapat bergejolak sesuai dengan kondisi masyarakat. Apabila mentalitas dari
kita yang tidak mampu member keteladanan pada mereka semua, maka mencuatlah
potensi laten ke permukaan dalam bentuk premanisme, demo anarkis, kerusuhan dan
tindakan masyarakat kita lainnya yang muncul di hampir dua dasa warsa ini.
Sebuah konsep sosial yang
cemerlang, handal dan real butuh segera diusung demi menepis arogansi
premanisme yang seenaknya seperti di abad “The Wild Wild West”.Minimal dimualai
denga memutuskan link antara organisasi preman, pengusaha dan oknum pejabat
yang membentengi organisasi preman tersebut. Dan yang lebih penting lagi,
adalah supremasi hukum untuk mereka yang tidak hanya “anget tahi ayam”. Hal ini
pelu dikedepankan sebelum munculnya gejolak sosial yang lebih rumit lagi, yaitu
tindakan brutal masyarakat luas terhadap mereka, ataupun pertikaian berujud sara
yang dipicu oleh premanisme.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar