MENYAMBUT HARI IBU 2011
sri wahyuni |
Memasuki minggu-minggu terakhir
Bulan Desember 2011 ini, kita hendaknya bersiap
untuk berbenah menyambut tahun baru 2012. Perubahan positif mestinya telah kita
tekadi dengan memfokuskan sebuah pembentukan mentalitas dan moralitas, untuk mengusung
sebuah life-style. Perubahan di atas
semestinya pula direalisasi dengan menelibatkan semua komponen masyarakat dalam acuan “sebuah kepentingan bersama “ yang kita
harapkan. Sehingga berhasilah Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi negara
yang sukses dalam pemberdayaan “asset
sumber daya manusia” untuk bertanggung jawab dalam pembangunan sebuah bangsa.
Namun untuk menggapai sebuah
predikat semua komponen masyarakat sosial yang “ready to use” tersebut, memang
bukan masalah yang gampang, dalam artian
tekad itu harus diwujudkan dengan sebuah tekad yang dikonsep dengan cermat,
bersinergi tinggi dan penuh tanggung jawab, taktis dan sungguh-sungguh. Termasuk salah satu diantaranya adalah
pemberdayaan Perempuan
Indonesia yang berkomposisi sebesar 50,3% dari 238,452,952 total
penduduk. Dari jumlah tersebut 58 % diantaranya tinggal di pedesan dan menempati
posisi buruh tani dan kebon sebesar 69,32%
dari 47,67 % tenaga kerja di
pedesaan.
·
Jebakan
Kultur
Segmentasi kontribusi perempuan
Indonesia dalam menggapai kemajuan bangsa, memang belum optimal bila kita
korelasikan dengan jumlah pengusaha wanita di Indonesia yang masih minim yakni hanya 0,1 persen dari total penduduk. Hal ini sesuai
pernyataan Menteri Pemberdayaan
Perempuan, Linda Amalia Gumelar, di Bandung pada bulan Januari 2011 silam. Data statistik di atas turut
pula meyakinkan kita, bahwa sebagian besar wanita di Indonesia masih belum mengenyam kriteria sumber
daya manusia yang dituntut ‘up to date”.
Meski jumlah wanita karir terus merangkak di tengah masyarakat dari tahun ke tahun, namun
peningkatan ini hanya terjadi di kota-kota karena kondisi sosiologis yang
menuntut dan memungkinkan segmentasi ini berlangsung. Bagaimana dengan kiprah wanita di pedesaan, yang memerankan 69,32%
dari 47,67 % tenaga kerja di
pedesaan. Jebakan kultur
telah menghisapnya dari tuntutan semua pihak agar wanita lebih signifikan
berperan, sesuai dengan teori Myers,
(1995),
yang mengemukakan tentang
pembagian kerja berdasarkan jenis kelamin, bahwa dalam satu keluarga ada dua
fungsi yang harus dikembangkan secara khusus yaitu mendidik anak dan
memproduksi makanan. Sebuah rancangan keluarga yang terdiri dari seorang
laki-laki dan seorang wanita, maka akan sangat menguntungkan apabila salah satu
fungsi dalam keluarga tersebut diberikan kepada satu jenis kelamin dan fungsi
lainnya kepada jenis kelamin yang lain.
Namun sebuah realita lainya tidak
mampu ditepis, bila kita mengamati kehidupan pasutri muda di kota yang bersama terlibat dalam
meniti karir di berbagai bidang jasa, tanpa menepiskan fungi kodrati gender
tersebut. Hal ini disebabkan lantaran
kehidupan modern memang menantang pasutri muda untuk terlibat di kancah hidup
yang kompetitif, profeionalisasi, inovatif dan totalitas. Dengan demikian teori
dari Myers, (1995) tersebut
bukan merupakan life-style yang sacral lagi. Lantas bagaimana fungsi dan
peranan Wanita Indonesia yang hidup di pedesaan yang agraris.
·
Pendidikan Gratis
Pengentasan peran wanita yang kita
harapkan tidak bisa kita lepas begitu saja pendidikan formal dan informal yang
memadai dan murah, bahkan belakangan ini telah mencuat wacana pendidikan
gratis. Dengan dana pendidikan sebesar lebih dari Rp.200 Trilyun Rupiah bukan
hal yang mustahil untuk penggratisan pendidikan dari mulai SD hingga PT guna
pemberdayaan Wanita Indonesia. Sehingga minimal Wanita Indonesia telah menapaki
type generasi yang smart, inovatif , terbuka serta bermentalitas “up to date”.
Agar lebih menggigit lagi peran
sebuah generasi wanita, maka pelatihan-pelatihan dasar pebisnis dalam suatu
kelompok kerja harus direalisasi dengan serius, terutama di pedesaan.
Pelattihan ini difokuskan pada agribisnis sekaligus menciptakan sebuah peluang
ekspor komoditi yang di Indonesia masih menjadi mimpi panjang. Peluang tersebut
sebenarnya masih terbuka luas bila kita kaitkan dengan masih tersedianya lahan
yang luas di bumi kita, ditambah dengan kekayaan hayati yang berlimpah ruah.
Apabila pendidikan gratis untuk pendidikan dan pelatihan gratis untuk wacana
tersebut di atas tentunya mampu menambah nilai plus untuk wanita kita.***