Minggu, 05 Desember 2010

Mengapa Harus Buruk Sangka

Tidak pernah sekalipun seorang petinggi/calon petinggi Negara manapun yang mampu mengusung sebuah akuntabilitas yang sempurna pada dirinya. Sehingga karakter yang terpuji tersebut mampu membangun “karismatik monumental” yang membahana ke tengah public. Apalagi untuk sebuah figur calon petinggi yang meniti karir di tengah Negara yang terancam eksistensinya, lantaran telah suram jiwa nasionalisme rakyatnya, lantaran sebuah keterpurukan multidimendional. Fenomena tersebut bisa kita lihat di tayangan berbagai elemen multimedia yang menyuguhkan tindak anarkis, pembunuhan keji, pembuangan bayi, penculikan anak, perampokan bang dengan senpi. Bahkan sebuah kejahatan transnasional yang modern, yang kita labelkan engan terorismepun ikut mengancam eksistensi Negara.


Publik telah mencuatkan opini mengenai mekanisme penunjukan Komjen Pol Timur Pradopo (TP) yang terkesan mendadak dan fantastis. Sehingga sebagian publik menilai bahwa telah terjadi kepanikan pemerintah dalam menghadapi berbagai permasalahan. Kita masih ingat baru saja dilaksanakan sertijab Timur P. menjabat Kepala Bagian Pertahanan dan Keamanan Mabes Polri sekaligus kenaikan pangkat menjadi jenderal bintang tiga (Komisaris Jenderal Polisi), selang beberapa jam kemudian Komjen Pol Timur Pradopo diajukan ke DPR sebagai calon pejabat kapolri. Mekanisme demikian tak pelak lagi menebarkan badai opini buruk sangka terhadap sistim yang memusarinya.

Padahal,opini yang santer di kalangan publik adalah adanya 2 calon kapolri yang ditunjuk oleh BHD dan telah diajukan ke Presiden SB. Mereka adalah Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum) Komjen Nanan Soekarna dan Kepala Lembaga Pendidikan Kepolisian Komjen Imam Sudjarwo yang disebut-sebut orang dekat Istana Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dikabarkan sudah bulat menimbang-nimbang dua nama calon Kapolri yang disodorkan Jenderal Bambang Hendarso Danuri tersebut. Selain mereka berdua muncul juga dugaan calon alternative, yaitu Kepala Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri Komjen Ito Sumardi. Namun karena manuver Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie, Presiden SBY berubah pikiran, sehingga mencoret nama nama tersebut di atas.

Namun demikian secara bijak kita harus pula memberi kesempatan kepada pemerintah, dalam hal ini adalah institusi kepolisian, untuk memainkan “role of authority” demi sebuah visi yuang mereka miliki. Tanpa itu semua maka jalanya pemerintahan akan menjadi timpang. Opini ini mencuat lantaran dilatarbelakangi dengan issu public yang mengarah ke pembunuhan karakter Komjen Pol Timur Pradopo. Padahal sebagian lagi masyarakat kita mengharapka sekali figur kapolri yang mampu mengoptimalkan sinergi intern demi tugas yang handal, menghadapi berbagai kendala yang menghadang. Termasuk diantaranya adalah merekonstruksi kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian.

Padahal peran kapolri di masa depan adalah relative berat. Hal ini sesuai dengan pendapat Mantan Gubernur PTIK Farouk Muhammad, yang menyatakan ada dua isu yang harus dituntaskan kepolisian yakni kasus Bank Century dan rekening gendut perwira tinggi kepolisian.Penyelesaian Century bukan aspek korupsinya, tapi bagaimana penyelesaian tindak pidana umumnya. Sedangkan untuk rekening gendut, pada hakekatnya tidak hanya soal rekening tapi tuntutan untuk membersihkan kepolisian dari orang-orang yang mempunyai harta dengan jumlah tidak wajar.(

Tidak ada komentar:

Posting Komentar