Jumat, 21 Oktober 2011

Pemimpin Yang "Keblinger"



Kata “Keblinger” berasal dari Bhs, Jawa yang bermakna salah arah/ salah penerapan terhadap nilai nilai yang diakomodatif  bersama dalam suatu masyarakat sosial.  Sehingga sering kita menyaksikan suatu karakter baru yang menerpa suatu masyarakat sosial, yang pada esensinya adalah  merupakan capaian deviasi sosial. Dalam kajian sosiologis perubahan semacam ini disebut sebagai “social changing” dari masyarakat tersebut, yang secara kategories tidak ditinjau lebih lanjut, apakah perubahan sosial masyarakat tersebut bersifat negatif atau positif.

Meski demikian,nilai nilai yang melekat jauh di lubuk hati masyarakat, tidaklah bersifat absolut. Nilai sosial tersebut mampu mengalai perkembangan “vertikal dan horizontal”, tergantung peubah peubah yang diadopsi masyarakat tersebut,  meski karakter dasar dari masyarakat tersebut relatif tidak musnah di telan berbagai arus perubahan. Spesifikasi tersebut membawa suatu konsekuensi logis yang melekatnya, yaitu esensi “keblinger” yang bersifat relatif. Lebih jauh lagi, “keblinger”  bisa bermakna “salah atau benar”, tergantung dari mana kita berpijak.

Selama berabad abad lamanya Bangsa Arab sangat kental memegang kultur yang patuh, setia dan “anti demokratis”  dalam ruang lingkup pengakuan terhadap pemimpin bangsa mereka. Mereka lebih menempatkan pemimpin bangsa dalam fungsi yang lebih luas dibanding bangsa lainnya. Bahkan mereka menentukan pemimpin bangsa mereka sebagai “Amirul Mukminin”, yang diharapkan tetap konsisten kehadirinya di tengah mereka sepanjang hayatnya. Sehingga banyak bangsa Arab yang tidak menyukai pergantian mereka secara periodik.

Dengan sendirinya  selama ini mereka tidak mengenal pilkada, pilgub dan pilpres ataupun partai politik, seperti bangsa bangsa lain di dunia ini. Contoh Negara Arab yang mmemegang kuat kultur di atas, adalah Saudi Arabia, Kuwait, Qatar, Bahrain, Libia, Syria dan lain sebagainya. Sedangkan Negara Mesir, telah mengalami “Akulturasi”  akibat terinfiltrasi  sistim demokrasi. Sehingga mereka sudah mengenal “sistim demokrasi” jauh sebelum dekade tahun 2010-an. Namun demikian nilai lama dalam sistim bernegara masih mereka semayamkan dengan kukuh. Terbukti dalam sejarah,  mereka menerima kehadiran Presiden Anwar Sadat dan Husni Mubarrok hingga beberapa dasa warsa, selama Amirul Mukminin mereka tetap menjunjung moralitas yang diakui bersama oleh Masyarakat Mesir.

Selama 30 tahun Mesir di bawah kebijakan perseorangan, yaitu Husni Mubarak yang berlindung di Partai Nasional Demokrat. Presiden yang merupakan presiden terkaya di dunia dengan kekayaan 71 milyar US Dollar telah didukung sepenuhnya kehadiranya   oleh Negara Israil dan Eropa Barat serta AS. Banyak pihak yang mendapat keuntungan dengan Husni Mubarak ini, yaitu Israil dengan perjanjian damainya yang dirancang oleh pendahulunya Presiden Anwar Sadat. Disinilah keblingernya Husni Mubarak, yang dikecam luas masyarakatnya, terutama Partai Liberal Islam yang sama sekali menuntut agar Mesir menjadi negara independen tidak didikte AS, Eropa Barat dan Israil. Sehingga jatuhlah Husni Mubarok diganyang masyarakatnya sendiri. Sehingga Bangsa Mesir telah mengusung “keblinger” terhadap kultur mereka sendiri.

Sejarah telah menorehkan, bahwa masih banyak pemimpin pemimpin Negara Arab, yang otoritas dan keblinger. Salah satunya adalah Muammar Khadaffi pemmpin Bangsa Libia, yang pada akhir Bulan Oktober dikabarkan telah tewas, setelah sekian lama menjadi buron rakyatnya sendiri,yang meregangkan revolusi berdarah.  Muammar Khadaffi berasal dari Sirte, lahir 7 Juni 1942. Dia dilahirkan dari keluarga miskin yang nomadik. Sejak dia duduk di bangku SMU, dia sudah memimpin kelompok revolusioner yang militan  dalam melawan monarchi Libia yang probarat. Kebencian kepada barat memuncak pada tahun 1969, kala dia yang masih berpangkat kapten berhasil memimpin Revolusi Al Fatah untuk menggulingkan Raja Idris yang pro Amerika. Semenjak itu Muammar Khadaffi menjadi penguasa tiran, dengan gaya ambisinya untuk  mengembangkan masyarakat baru berdasarkan prinsip-prinsip sosialisme Libya dengan semboyan “sosialisme, persatuan, dan kebebasan 

Hasil penjualan minyak Libia kepada negara lain, tidak serta merta dapat digunakan untuk kesejahteraan rakyatnya sendiri, akan tetapi ditelip demi kekayaan Muammar Khadaffi dan keluarganya. Walhasil dari hasil korup ini, kekayaan Khadaffi sangat luar biasa , hingga mencapai 80 Milliar US Dollar. Apalagi kekayaan tersebut digunakan untuk membayar tentara pribadiny guna mempertahankan  rezimnya. Apabila Muammar Khadaffi tidak digulingkan dan dibunuh masyaralatnya sendiri, maka kekayaan dia dan keluarganya akan semakin fantastic, mengingat Libya adalah produsen minyak terbesar ketiga di Afrika. 

“Keblinger” Khadaffi mulai tampak saat Libia diterkam badai demonstrasi rakyatnya sejak Febuari 2011 silam, yang sudah tidak menaruh simpatik lagi pada pemimpin mereka. Situasi menjadi bertambah mencekam setelah Rakyat Libia, mulai membentuk milisi untuk secara terang terangan berniat menjatuhkan Khadaffi, yang pada akhirnya milisi tersebut berhasil menembaknya mati pada Hari Kamis, 20 Oktober 2011.

Wacana tersebut mampu menggugah pemikiran kita, bahwa mereka mereka para pemimpin bangsa/tokoh dunia dapat mengalami kejadian dramatis sekaligus tragis, yang sangat kontroversi antara kaharismatiknya saat mereka berada di puncak kejayaanya dan saat mereka diganyang rakyatnya sendiri, seperti yang dialami Consescue dari Rumania, Musollini dari Italia dan Muammar Khadffi dari Libia, serta masih banyak contoh lainnya (Dari beberapa Sumber).

Senin, 26 September 2011

PARADE KORUPSI NASIONAL


Setiap bangsa yang telah berdaulat dan larut dalam pergaulan antar bangsa di persada pergaulan internasional, tentunya menyepakati akan raihan prestasi masa depan dalam hal kesejahteraan, kedamaian, ketertiban, keberlangsungan hidup yang relatif abadi dan lain sebagainya. Raihan tersebut pada akhirnya membuahkan “Way of Life” dari segenap putra putra bangsa yang mengusungnya. Raihan prestasi itu pula, dapat menjelma menjadi atmosfer kehidupan anak bangsa yang real, bila putra putra bangsa terinternalisasi untuk merealisasikan atau bahkan hanya sekedar fatamorgana, bila derap kaki putra putra bangsa hanya berjalan setengah-setengah. 

Sejarah telah mencatat dan bisa dijadikan bukti, bahwa semua anak Bangsa Indonesia pernah berusaha menggapai kehidupan masa depan bangsa dengan mengorbankan semua yang dimilikinya, dari mulai harta, darah, jiwa dan raga demi sebuah harga diri dan kebebasan anak cucu semua anak bangsa tersebut. Masih terselip dalam sanubari kita, kala pejuang bangsa di Surabaya, yang berdatangan dari berbagai penjuru berusaha menghalau 1 brigade The Fighting Cock, julukan pasukan Inggris yang dipimpin Jenderal Mallaby, pada Bulan November 1945. Perjuangan untuk meraih cita cita dan jati diri bangsa telah menelan korban ratusan ribu jiwa dan berhasil mempertahankan Kota Surabaya selama satu bulan. Pertempuran tersebutpun diakui Ayam Jago dari Inggris itu sebagai pertempuran yang terdahsyat yang mereka hadi, meski persenjataan kedua belah pihak sama sekali tidak seimbang 

Bila kita tarik garis waktu kejadian 66 tahun yang lalu dengan era sekarang, maka akan kita hadapi hubungan yang kontroversi. Kala itu tidak ada satupun oknum petinggi bangsa yang berperilaku menggelembungkan perutnya sendiri dengan cara menggelembungkan belanja uang Negara, jarang terjadi satu oknum petinggi bangsa yang sempat membohongi publik demi tujuan pribadi. Kala itu terdapat pemeo yang menggaungkan gugur satu tumbuh seribu. Berlainan dengan pemeo ditangkap satu koruptor terbongkar 1000 koruptor baru. Betapa tidak, kasus Gayus masih belum hilang dari ingatan kita, lantas tidak beberapa lama kita mendengar keterangan media bahwa telah terjadi korupsi pada pembangunan Wisma Atlet SEA GAES di Palembang, menyusul kemudian tudingan uang suap untuk Muhaiman Iskandar Semoga saja kasus kasus korupsi yang seakan membentuk parade tidak banyak terulang lagi, meski kita tidak akan pernah mampu melibas kasus kotupsi menjadi “Zero Corruption “. Karena apabila kasus tersebut hanyalah tekad kita yang hanya “lips only” maka jadilah tanah tumpah darah kita hanya unggul di Parade Korupsi yang berlangsung di seluruh pelosok tanah air, yang paling memalukan dengan panji panji kebesaran parade yang dibawa oleh oknum petinggi, tepatnya oleh oknum pejabat/mantan pejabat bupati/walikota/gubernur.mentri/pemimpin partai dan lain sebagainya. Kita harus ingat bahwa perilaku tersebut mampu menjadi sikap hidup negatif yang darimbas menjadi pembelajaran social kepada seluruh kehidupan masdyarakat Indonesia, dari rakyat kecil hingga petinggi sang peneladan bagi “grassrote”. Oleh karena itu, kita lebih prihatin bila sudah tidak ada lagi kejujuran untuk si abang becak/pedagang baskso/pedagang mi ayam/pedagang buah dan lain sebagainya, bahkan lebih parah lagi menjalar menjadi sikap tak jujur bagi sebagian oknum pendidik yang member kunci jawaban pagi anak asuhnya yang mengikuti UN dari tahun ke tahuan Lantas dari sisi mana kita mampu membawa bangsa ini menjadi bangsa yang besar dan disegani di seluruh pelosok dunia, apabila parade korupsi ini menjadi semakin hingar bingar tak kunjung usai, selaras dengan suhu perpolitikan yang menjadi kian tak menentu. 

Padahal di era Soeharto-negarawan yang yang pernah kita gulingkan-pengentasan kemiskinan, yang nota bene mengusung pembangunan segala bidang telah berlangsung dengan cukup sistimatis dengan pelaksanaan Repelita.Terbukti “The Smilling Jenderal” berhasil menjalankan perekonomian dengan hasil yang mencengangkan, dan membawa stabilitas serta kemakmuran sampai tahun-tahun terakhir pemerintahannya Namun kita bahkan tidak mampu menjilpaknya atau bahkan meneruskan hasil pembangunan tersebut. Padahal kita lebih unggul dalam hal segalanya, termasuk diantaranya adalah tranparansi semua aspek kehidupan, hadirnya institusi HAM, keterbukaan pers dan lain sebagainya. Namun nyatanya “Man Behind Gun” belum siap segalanya. Atau mungkin benar saja, bila kita mengakui hasil riset “Human Development Indeks”. yang menempatkan SDM kita di bawah SDM Vietnam, dengan slogan “The Killing Fields” yang baru merdeka tahun 1975. Cara yang handal dan terintegrasi harus kita mulai dari sekarang, agar kita mampu bangun dari tidur panjang, sehingga kita akan berdaya guna lagi di kemasan pertumbuhan ekonomi sampai 7 % seperti yang digagas SBY baru baru ini. Cara yang jitu bisa kita aplikasikan dengan salah satu diantaranya, adalah mengusung daya gerak yang serempak, terarah dan bertanggung jawab, dari mulai si kecil hingga para petinggi yang penuh rasa nasionalisme yang tulen, seperti pada generasi terdahulu yang mampu mengenyahkan anjing anjing NICA 

Dengan langkah berkontinyuitas perihal tekag kita bersama tersebut di atas, dapat kita yakini bersama tentang keberhasilan tujuan kita, asal tidak terjadinya norma hukumyang berwarna abu abu, yang tidak menjadikan penegak hukum bertindak tumpang tindih dalam menuntut kewenanganya yang saling silang. Masih adakah hasrat yang ditekadi bersama agar kita mampu menepiskan Parade Kodupsi Nasional ini ?.

Senin, 04 April 2011

Fukushima, Nasibmu Kini


Sebuah kisah tersendiri, yang tidak lagi mengungkap radioaktifitas setelah Fukushima dilahap gempa, yaitu kegiatan para pekerja Fukushima, yang terletak di Tenggara Jepang. Salah satu pekerja itu, berumur 31 tahun dan tidak mau disebut namanya. Pekerja itu bertugas untuk mengoperasionalkan turbin milik Tepco di reaktro no. 5, saat gempa menerkamnya dia sedang melakukan tugas rutin untuk mengecek turbin.

Turbin yang berukuran raksasa, yang tepat di atas kepala dia tiba tiba bergoyang, selama kurang lebih 3 menit disusul kemudian matinya arus listrik. Lantaran goyangan gempa sangat terasa kuat.

Hal pertama yang dilakukan oleh p[ekerja itu, adalah memanggil semua rekansatu groupnya untuk mengecek keselamtannya. Hingga kini dia berpendirian dalam hal ini, tidak ada satu pihakpun bisa dipersalahkan, termasuk pihak Tepco. Yang harus dikerjakan sekarang adalah meminimalkan dampak kerusakan reactor.

Belum selesai dia mengecek semua teman temanya, bumi kembali berguncang lagi.
Setelah semua aman, para pekerja termasuk dia diberi ijin untuk pulang ke rumah bertemu keluarga mereka. Pekerja tersebut dengan terburu buru langsung menghidupkan mesin mobilnya dan melaju sekencang mungkin, karena mendengar bahaya peringatan tsunami di TV 20 menit setelah gempa.

Namun demikian segala sesuatu memang terjadi tanpa diduga sebelumnya. Termasuk dugaan adanya kerusakan pada reactor.


Radiasi

Semua pekerja di reactor tersebut telah dilath secara professional untuk menangani reactor, yang dibuat sekitar tahun 1970, sehingga termasuk perlengkapan yang sudah tua. Meskipun demikian dia tidak menyangka bahwa reactor tersebut, mampu menyebnabkan dampak yang separah ini. Hingga warga yang beradius 20 km harus dievakuasi.

Jika penyebab utamanya hanya gempa, maka kerusakan tidak separah ini. Namun karena adanya tsunami maka kerusakan menjadi parah karena sistim emergency telah rusak.
Menurutnya, radiasi yang timbul dapat mengganggu kesehatan manusia dan dia menginstruksikan semua yang dia kenal untuk lari sejauh mungkin. Namun diapun segera kembali ke reactor untuk bertugas sebagaimana mestinya.
Polusi Yang Membahayakan

Pulusi radioaktif yang timbul menurutnya sangat beresiko terhadap kesehatan, apalagi bagi pekerja di Fukushima. Oleh karena itu, hanya karyawan Tepco saja yang diperbolehkan untuk membenahi di dalam reactor. Dan dikabarkan bahwa, perubahan yang kritis telah berlangsung hari demi hari.

Oleh karena itu, meski dia berniat kembali ke reactor, namun dia tidak mengijinkan pekerja lain untuk masuk dalam pembangkit tersebut. Dia kini sedang berjuang dengan rekan rekanya, untuk meminimaliskan dampak kerusakan reactor.
Pekerja itu kini bersama temanya tinggal di Chiba, yang berada di luar radius 20 km, namun rumah pekerja itu berjarak 3 km. Akankah pekerja itu kembali ke rumahnya ?. Tempa dia memiliki kenangan manis bersama keluarganya

1April 2011-Pondok Sastra HASTI Semarang