Kata “Keblinger”
berasal dari Bhs, Jawa yang bermakna salah arah/ salah penerapan terhadap nilai
nilai yang diakomodatif bersama dalam suatu
masyarakat sosial. Sehingga sering kita
menyaksikan suatu karakter baru yang menerpa suatu masyarakat sosial, yang pada
esensinya adalah merupakan capaian
deviasi sosial. Dalam kajian sosiologis perubahan semacam ini disebut sebagai “social
changing” dari masyarakat tersebut, yang secara kategories tidak ditinjau lebih
lanjut, apakah perubahan sosial masyarakat tersebut bersifat negatif atau
positif.
Meski demikian,nilai
nilai yang melekat jauh di lubuk hati masyarakat, tidaklah bersifat absolut.
Nilai sosial tersebut mampu mengalai perkembangan “vertikal dan horizontal”,
tergantung peubah peubah yang diadopsi masyarakat tersebut, meski karakter dasar dari masyarakat tersebut
relatif tidak musnah di telan berbagai arus perubahan. Spesifikasi tersebut
membawa suatu konsekuensi logis yang melekatnya, yaitu esensi “keblinger” yang bersifat
relatif. Lebih jauh lagi, “keblinger”
bisa bermakna “salah atau benar”, tergantung dari mana kita berpijak.
Selama berabad abad lamanya
Bangsa Arab sangat kental memegang kultur yang patuh, setia dan “anti
demokratis” dalam ruang lingkup pengakuan
terhadap pemimpin bangsa mereka. Mereka lebih menempatkan pemimpin bangsa dalam
fungsi yang lebih luas dibanding bangsa lainnya. Bahkan mereka menentukan
pemimpin bangsa mereka sebagai “Amirul Mukminin”, yang diharapkan tetap
konsisten kehadirinya di tengah mereka sepanjang hayatnya. Sehingga banyak bangsa
Arab yang tidak menyukai pergantian mereka secara periodik.
Dengan
sendirinya selama ini mereka tidak
mengenal pilkada, pilgub dan pilpres ataupun partai politik, seperti bangsa
bangsa lain di dunia ini. Contoh Negara Arab yang mmemegang kuat kultur di
atas, adalah Saudi Arabia, Kuwait, Qatar, Bahrain, Libia, Syria dan lain
sebagainya. Sedangkan Negara Mesir, telah mengalami “Akulturasi” akibat terinfiltrasi sistim demokrasi. Sehingga mereka sudah mengenal
“sistim demokrasi” jauh sebelum dekade tahun 2010-an. Namun demikian nilai lama
dalam sistim bernegara masih mereka semayamkan dengan kukuh. Terbukti dalam
sejarah, mereka menerima kehadiran
Presiden Anwar Sadat dan Husni Mubarrok hingga beberapa dasa warsa, selama
Amirul Mukminin mereka tetap menjunjung moralitas yang diakui bersama oleh
Masyarakat Mesir.
Selama 30 tahun Mesir
di bawah kebijakan perseorangan, yaitu Husni Mubarak yang berlindung di Partai
Nasional Demokrat. Presiden yang merupakan presiden terkaya di dunia dengan
kekayaan 71 milyar US Dollar telah didukung sepenuhnya kehadiranya oleh
Negara Israil dan Eropa Barat serta AS. Banyak pihak yang mendapat keuntungan
dengan Husni Mubarak ini, yaitu Israil dengan perjanjian damainya yang
dirancang oleh pendahulunya Presiden Anwar Sadat. Disinilah keblingernya Husni
Mubarak, yang dikecam luas masyarakatnya, terutama Partai Liberal Islam yang
sama sekali menuntut agar Mesir menjadi negara independen tidak didikte AS,
Eropa Barat dan Israil. Sehingga jatuhlah Husni Mubarok diganyang masyarakatnya
sendiri. Sehingga Bangsa Mesir telah mengusung “keblinger” terhadap kultur
mereka sendiri.
Sejarah telah
menorehkan, bahwa masih banyak pemimpin pemimpin Negara Arab, yang otoritas dan
keblinger. Salah satunya adalah Muammar Khadaffi pemmpin Bangsa Libia, yang
pada akhir Bulan Oktober dikabarkan telah tewas, setelah sekian lama menjadi
buron rakyatnya sendiri,yang meregangkan revolusi berdarah. Muammar Khadaffi berasal dari Sirte,
lahir 7 Juni 1942. Dia dilahirkan dari keluarga miskin yang nomadik. Sejak dia
duduk di bangku SMU, dia sudah memimpin kelompok revolusioner yang militan dalam melawan monarchi Libia yang probarat.
Kebencian kepada barat memuncak pada tahun 1969, kala dia yang masih berpangkat
kapten berhasil memimpin Revolusi Al Fatah untuk menggulingkan Raja Idris yang
pro Amerika. Semenjak itu Muammar Khadaffi menjadi penguasa tiran, dengan gaya
ambisinya untuk mengembangkan
masyarakat baru berdasarkan prinsip-prinsip sosialisme Libya dengan semboyan
“sosialisme, persatuan, dan kebebasan
Hasil penjualan minyak Libia kepada
negara lain, tidak serta merta dapat digunakan untuk kesejahteraan rakyatnya
sendiri, akan tetapi ditelip demi kekayaan Muammar Khadaffi dan keluarganya. Walhasil
dari hasil korup ini, kekayaan Khadaffi sangat luar biasa , hingga mencapai 80
Milliar US Dollar. Apalagi kekayaan tersebut digunakan untuk membayar tentara
pribadiny guna mempertahankan rezimnya.
Apabila Muammar Khadaffi tidak digulingkan dan dibunuh masyaralatnya sendiri,
maka kekayaan dia dan keluarganya akan semakin fantastic, mengingat Libya
adalah produsen minyak terbesar ketiga di Afrika.
“Keblinger” Khadaffi mulai tampak saat Libia
diterkam badai demonstrasi rakyatnya sejak Febuari 2011 silam, yang sudah tidak
menaruh simpatik lagi pada pemimpin mereka. Situasi menjadi bertambah mencekam
setelah Rakyat Libia, mulai membentuk milisi untuk secara terang terangan
berniat menjatuhkan Khadaffi, yang pada akhirnya milisi tersebut berhasil
menembaknya mati pada Hari Kamis, 20 Oktober 2011.
Wacana tersebut mampu menggugah pemikiran kita,
bahwa mereka mereka para pemimpin bangsa/tokoh dunia dapat mengalami kejadian
dramatis sekaligus tragis, yang sangat kontroversi antara kaharismatiknya saat
mereka berada di puncak kejayaanya dan saat mereka diganyang rakyatnya sendiri,
seperti yang dialami Consescue dari Rumania, Musollini dari Italia dan Muammar
Khadffi dari Libia, serta masih banyak contoh lainnya (Dari beberapa Sumber).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar