Jumat, 11 Februari 2011

Husni Mubarak

Sumber: Google Picture, 2011

Selama 30 tahun Mesir di bawah kebijakan perseorangan, yaitu Husni Mubarok yang berlindung di Partai Nasional Demokrat. Presiden yang merupakan presiden terkaya di dunia dengan kekayaan 71 milyar US Dollar telah didukung sepenuhnya oleh Negara Israil dan Eropa Barat serta AS. Banyak pihak yang mendapat keuntungan dengan Husni Mubarak ini, yaitu Israil dengan perjanjian damainya yang dirancang oleh pendahulunya Presiden Anwar Sadat. Bahkan Israil dengan tegas menyatakan keberatan dengan adanya pengunbduran Mubarak.

Lantas siapa yang bakal terjadi setelah mundurnya Mubarak. Kita belum bisa mendeteksi akan masalah ini. Kemungkinan akan tampil sosok militer yang berbaju semu seorang democrat, tapi tetap akan meneruskan kebijakan Mubarak dan akan terus menggalang perdamaian dengan Israil. Hal ini bisa kita mengambil fakta pada masa Israil menyerang Gaza, banyak intelejen Mesir yang membantu Israil.

Namun sistim pemerintahan Mesir akan jauh berbeda apabila pemerintahan diusung oleh Partai Liberal Islam yang sama sekali menuntut agar Mesir menjadi Negara independent tidak didikte AS, Eropa Barat dan Israil.

Tapi yang jelas Mesir sudah berada di ambang demokratisasi, dengan syarat Partai Nasional Demokrat menjadi partai yang netral dan mampu mengantarkan aspirasi rakyat Mesir.

Metamorfosis Bangsa Indonesia

Sumber Edy CT IPB 2001Sumber : Edy CT IPB 2001

Metamorfosis sebenarnya adalah istilah dalam Biologi yang berarti perubahan fase dalam siklus reproduksi/hidup suatu individu hewan. Sepanjang proses metamofosis tersebut, setian perubahan dari fase satu ke fase lainnya, hewan mengalami perubahan totalitas fenotipnya (karakter fisiknya), contoh perubahan fase ulat, kepompong an berlanjut ke kupu kupu. Dari ketiga fenotip tersebut, jelas antara satu fase dengan lainnya, terdapat perubahan signifikan. Sehingga individu yang menempati awal proses metamorfosis memiliki identifikasi biologis yang berbeda dengan individu di akhir proses metamorfosis.

Apabila dalam sebuah Negara berdaulat seperti Negara Indonesia yang kita cintai ini telah lahir sebuah generasi yang berciri telah mengidap dekadensi moral yang demikian ekstrim lantaran berbagai factor penentu yang memusari, seperti tuntutat hedonisme, hilangnya nasionalisme yang menjadi modal utama para pendiri Negara ini, nonkompromitas terhadap nilai dan norma social dari masyarakat stratifikasi bawah hingga ke atas. Maka tentu saja bisa kita analogikan dengan lahirnya perubahan jati diri generasi tersebut terhadap generasi pendahulunya.

Rasa getir dalam dada kita pasti timbul bila kita mengamati karakter yang menerpa anak bangsa generasi sekarang, yang sama sekali berbeda dengan karakter komunitas “The Founding Fathers”, yang nota bene adalah generasi yang mengorbankan apa saja, bahkan nyawa mereka demi berdirinya Negara yag berdaulat, berkeadilan dan adil serta makmur.Meski sudah tak terbilang lagi berapa media, petinggi serta tokoh masyarakat yang membahas masalah ini. Namun lantaran tidak adanya upaya penyembuhan deviant ini yang konkrit, tajam serta akurat. Maka gagasan dan upaya pencerahan terhadap penaganan inipun harus terus dilakukan, demi anak cucu kita agar mereka kebagian kekayaan sumber daya alam bumi nusantara ini, kebagian devisa, kebagian jati diri yang santun, ramah dan terbuka.


Ketidakmampuan mengakomodasi akar permasalahan yang sebenarnya dari para pengembil kebijakan masalah deviant anak bangsa menuju cirri karakter yang kita tidak pernah tahu sebelumnya, jelaslah menambah sarat bangsa ini dalam menjaga kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, maka tindakan brutal masyarakat kita telah menggema di setiap lini kehidupan. Ditambah lagi budaya korupsi derngan moralitas yang tak tahu malu ini masih saja terjadi dari tahun ketahun diseantero bumi nusantara ini.

Budaya korupsi para petinggi inilah yang kita jadikan prioritas utama penyebab ancaman runtuhnya kejayaan Bumi Pertiwi. Apabila hal ini terus saja menggema maka rapuhlah pilar penyangga eksistensi sekaligus jati diri bangsa. Pilar yang dimaksud di atas adalah Pancasila, UUD 45, Bhineka Tunggal Ika dan Sumpah Pemuda. Fenomena tersebut bisa kita analogikan dengan rapuhnya pilar yang kokoh akibat ulah rayap.
Rayap adalah serangga sosial anggota bangsa Isoptera yang dikenal luas sebagai hama penting kehidupan manusia. Rayap bersarang di dan memakan kayu perabotan atau kerangka rumah sehingga menimbulkan banyak kerugian secara ekonomi. Rayap masih berkerabat dengan semut, yang juga serangga sosial. Dalam bahasa Inggris, rayap disebut juga "semut putih" (white ant) karena kemiripan perilakunya. Dalam koloni, rayap tidak memiliki sayap. Namun demikian, beberapa rayap dapat mencapai bentuk bersayap yang akan keluar dari sarangnya secara berbondong-bondong pada awal musim penghujan (sehingga seringkali menjadi pertanda perubahan ke musim penghujan) di petang hari dan beterbangan mendekati cahaya. Bentuk ini dikenal sebagai laron atau anai-anai. (Wikipedia, 2011).

Selanjutnya menurut Rudy C Tarumingkeng, PSIH IPB (2001), masyarakat umum juga sudah memaklumi bahwa rayap adalah serangga yang merugikan karena merusak (makan) kayu. Ini tergambar dalam pepata lama : "bak kayu dimakan rayap" yang mengungkapkan kehancuran, kelemahan atau deteriorasi. Sebagai serangga sosial rayap hidup dalam masyarakat yang disebut koloni. Karena di dalam koloninya terdapat bahan-bahan dan proses-proses yang dapat menjamin kelanjutan hidupnya. Ibarat seorang penderita penyakit yang seumur hidupnya mutlak memerlukan sejenis obat yang selalu ditelannya pada saat-saat tertentu, dan jika diumpamakan bahwa obat itu tak dapat dibawanya ke mana-mana, hanya dapat disimpan di rumahnya.

Dari hewan yang tak bersayap hingga memiliki sayap adalah metamorfosis yang dialami rayap, demikian juga perilaku yang bergesar signifikan yang diusung oleh anak bangsa menjadi perilaku yang mengalami mutasi, adalah suatu perjalanan berkehidupan dan berbangsa layaknya metamorfosis yang dialami anak bangsa kita. Mereka oknum pejabat dan strata grassroot yang anarkis, adalah mereka yang berkoloni untuk melakukan tindakan tak terpuji. Bagi oknum koruptorpun cenderung hidup bermegah-megahan (hedonisma) mirip rayap yang bersayap beterbangan kesana kemari di sekitar lampu terang benderang. Contoh nyata dari fenomena di atas adalah sikap Gayus dan pusaranya, Miranda Goeltom, Hary Sabarno, Bachtiar Hamzam serta oknum lainya yang berkoloni membentuk barisan dengan taring tajam menggrogoti keuangan Negara.

Minggu, 06 Februari 2011

Perjalanan Ke Negeri Neraka

Sumber: Google Picture, 2011

Awal tahun 2011 ini kita kembali teringat pada saudara saudara kita yang hidup di Haiti , yang pada Bulan Januari 2010 silam telah dihancurkan gempa bumi, sehingga menewaskan 200.000 warga.

Gempa bumi mematikan, bencana tornado, wabah kolera ditambah lagi dengan badai Tomas adalah kenangan pahit bagi negeri itu. Bagi siapa saja yang melakukan perjalanan membedah negeri ini, pastilah akan merasa ngeri, bagaikan berjalan di negeri neraka.

Tanggal 12 Januari 2010 silam sebuah gempa bumi dasyat telah meluluh lantakan Ibu Kota Port-au-Prince, yang didiami sekitar 230.000 ribi jiwa. Dengan keterbatasan segala hal, kehancuran kota tersebut telah tertunda untuk dibangun kembali.
Sumber: Google Picture, 2011



Sehingga sbanyak 500.000 warga masih hidup di pengungsian. Guna memberikan uluran tangan pada warga yang putus asa tersebut PM Haiti Jean-Max Bellerive telah membentuk LSM yang dinamakan Interim Haiti Recovery Commission (IHRC). Pembentukan lembaga ini diprakasai oleh mantan Prsidan AS Bill Clinton.

• Hanya Mampu Rehabilitasi Apa Adanya

Negara termiskin di Amerika ini, telah mengalami konflik yang panjang dan kronis yang menyebabkan mereka mengalami masa krisis di awal tahun 2011 ini. Betapa tidak lebih dari 130.000 warga telah terkena wabah kolera dan menewaskan 3.000 warganya pada Bulan Oktober 2010 dan mulai Desember 2010 kolera telah menjangkiti 130.000 warga.

Tenaga medis yang dikirim oleh PBB telah menemukan sumber epidemic tersebut, yaitu penggunaan sumber air konsumsi dari sungai yang telah tercemar baksil kolera. Ide dan gagasan untuk menelibatkan Badan PBB untuk menanggulangi wabah kolera tersebut berasal dari Renaud Piarroux ahli Epidemi dari Perancis.

Sekjen PBB Ban Ki Moon telah dilibatkan dalam penanganan wabah ini dan segera melaukakan investigasi independent mengenai penyebab wabah kolera tersebut. Para aktifis Nasionalis Haiti guna keperluan investigasi tersebut telah ditugasi untuk meredam kemarahan sebagian kelompok yang marah terhadap aktifitas Badan Perdamaian PBB (Minustah). Hal ini disebabkan timbulnya aktifitas untuk menentang badan dunia tersebut.

Saat itu Haiti memang dilanda kekacauan social dan politik . Oleh karena itu diharapkan dengan kerjasama antara masyarakat Haiti dan Badan Perdamaian PBB prbdaan pandangan yang saling tumpang tindih di Negara Haiti bisa diredam. Meski sebagian pengamat telah menyangsikan keberhasilan perdamaian tersebut.

• Sambutan Dingin

Sebagian rakyat Haiti telah menyambut dingin kehadiran PBB tersebut dan mengolok oloknya dengan sebutan "Touristah" – sebuah sebutan antagonis untuk Minustah. Tetapi untuk memberikan penghargaan terhadap Badan Dunia tersebut, sesuai dengan subatansi Konstitusi Haiti otoritas telah menyatakan bahwa perdamaian yang diharapkan di Haiti selama ini bergantung pada dua kekuatan besar, yaitu militer dan politisi.Oleh karena itu dua kekuatan besar inilah yang harus menciptakan perdamaian. Tetapi untuk menjamin perdamaian yang terpuruk badan duniapun sebenarnya harus dihadirkan, demikian pendapat para pengamat dari luar negeri.
Minustah sebenarnya telah bertugas sejak 2004 lalu, tetapi mereka hingga kini masih berjuang menegakan perdamaian dan stabilitas.Hal ini disebabkan mereka masih terkendaa sikap rakyat Haiti yang belum menerima kekauatan pendamai dari luar negeri.

Sementara itu para petugas PBB menyatakan bahwa kebekuan sikap sebagian kelompok politik menyebabkan masyarakat Haiti seperti hidup dalam penjara. Padahal banyak donator dari luar negeri menghimbau penguasa di Haiti agar bersama sama menciptakan perdamaian dan melakukan kerjasama yang baik untuk menegakan kemanusiaan di negeri itu.

Mr. Seitenfus salah satu anggota parlemen negri itu menyatakan ketidaksetujuanya bila Haiti diperlakukan sewenang wenang oleh penguasa, dan akibat pernyataan tersebut kini dia dinonaktifkan dari OAS (Parlemen Haiti).

• Election fiasco (Pemilu Presiden)

Untuk negeri yang lama terpuruk itu, Pemilihan presiden dan anggota dewan sebenarnya adalah sebuah nafas segar dan sebuah harapan baru. Tetapi langkah ini semakin membuat pertikaian baru, padahal pemilu ibarat mereka hanya berkorban hanya satu menit tetapi diteruskan dengan perdamaian berbulan bulan.

Tetapi kenyataan berbeda jauh karena para politisi tidak memiliki rasa tanggung jawab Politicians are not fulfilling their responsibilities. Kasus korupsi terus saja terjadi hingga pemilu 28 Nopember 2010. Banyak para tenaga pemilu yang diintimidasi oleh mereka yang menentang pemilu.

Tetapi dengan adanya keterlibatan badan dunia yang menjamin kemampuan tugas dan tanggung jawabnya pemilu tersebut berhasil dilaksananakan.
But international bodies who oversaw the vote - notably the OAS - have their share of responsibility in this fiasco.
"We saw the international community flout democracy and support an electoral farce to promote the catastrophic political status quo that serves its cause," says one student at Port-au-Prince university, reflecting the majority view among Haiti's educated young.

• Haus Kekuasaan

Haiti telah menderita penyakit komplikasi yang menjadikan tidak adanya rasa tanggung jawab diantara rakyat dan pemimpinya dan upaya perdamaian untuk rakyat di masa depan.

Sehingga timbul pertanyaan dari pengamat berapa lama korban gempa bumi hidup di tenda. Bahkan sejak jatuhnya diktator Jean-Claude Duvalier tahun 1986 , hingga kini belum ada sosok yang karismatik untuk memimpin Negara itu. Diantara para politisi dan petinggi tidak terdapat niatan untuk melakukan dialog nasional untuk kemajuan negeri Haiti.