Senin, 15 November 2010

Keterpurukan Di Tengah Cincin Api

Bencana letusan G.Berapi yang Mengusung Pilu
Kala naskah ini ditulis, hujan masih saja membasahi bumi diselingi petir yang menggetirkan hati. Air hujan beterbangan liar kesana kemari dipelantingkan oleh kencangnya angin. Masih beruntung bahwa keadaan seperti ini tidak dibarengi matinya listrik PLN yang kerap kali terjadi. Namun demikian hujan malam ini bukan hanya kali ini saja terjadi, tepi turun hampir sepanjang tahun. Sehingga dapat kita simpulka bahwa hamper di seluruh wilayah Indonesia tidak terjadi kemarau sepanjang tahun 2010 ini.

Hujan yang terus sepanjang tahun tentunya mengkhawatirkan semua penduduk yang bermukim di seputar Merapi, karena ancaman banjirnya lahar dingin yang menakutkan, yang dimuntahkan oleh Si Garang Merapi sejak akhir Oktober hingga awal Nopember 2010. Dan bukan itu saja, sebagian masyarakat kita yang bermukim di wilayah rawan banjirpun menjadi tidak bisa hidur nyenyak. Terlebih lebih bagi penduduk Jakarta yang bermukim di daerah langganan banjir karena banjir besar diprediksi kembali menggenangi Jakarta akhir tahun ini. Hal tersebut didasari penelitian yang dilakukan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geografi (BMKG).

Distorsi cuaca semacam di atas memang menimbulkan dampak sistemik bagi kehidupan sebagian masyarakat kita. Kita bisa mencermati seringnya laporan MBG, yang memprediksi tingginya gelombang lautan yang membuat masyarakat nelayan tidak melaut. Sementara itu di bagian wilayah lainnya petani tanaman primadona tembakau di wilayah sentra tembakaupun menjadi membatalkan niatnya untuk menanam tembakau, lantaran tanaman ini tidak tahan terhadap curah hujan yang tinggi.

Lain halnya dengan hujan sehari hari yang tiada pernah berakhir, tanah yang kita injakpun pada decade sepuluh tahun ini sering menunjukan kegaranganya, terbukti dengan seringnya mereka berulah dalam wujud gempa bumi, tsunami, letusan gunung berapi dan pernah pula terjadi prahara Kawah Sinila yang menimbulkan kejadian luar biasa pada 20 Februari 1979 karena mengeluarkan gas beracun melalui retakan-retakan tanah sehingga menewaskan 149 warga sekitar yang menghirupnya. Kawah Sinila terletak di dataran tinggi Dieng, Kab, Wonosobo Jawa Tengah yang berada di ketinggian
2.565 mdpl (meter di atas permukaan laut).

Bencana demi bencana disebabkan karensa kita memiliki 400 gunung berapi dan 130 di antaranya termasuk gunung berapi aktif dan gunung berapi tersebut telah memusariWilyah Indonesia. Sehingga Indonesia dinyatakan sebagai sebuah negeri yang berada di jalur gempa dan gunung api. Lantaran kita bertempat tinggal di lempengan yang merupakan bagian dari Cincin Api (Ring of Fire) Pasifik atau Lingkaran Api Pasifik. Itu berarti bahwa kita (Indonesia) hidup di atas Cincin Api. Atau diistilahkan bahwa kita hidup di atas bara, tetapi berpagar hujan setahun. Sehingga wajar saja menurut Wahana Lingkungan Hidup Indonesia bahwa kita memliki 83 titik di seantero wilayah Indonesia yang rawan bencana, tidak tanggung tanggung bahwa sebanyak 6.000 bencana alam telah terjadi selama sepuluh tahu ini.

Bara yang mengelilingi kehidupan kita itu ternyata juga bukan hanya berasal dari tenaga endogen (tenaga dari dalam bumi) saja. Tetapi kehidupan sosial politik anak bangsa telah melabelkan saratnya pertikaian politik, tindakan korupsi oknum petinggi atau Gayusmania, anarkisme, penyimpangan tugas dan wewenang aparat penegak hukum, tindakan anarkis beberapa pihak dan lain sebagainya juga telah membuat gerah masyarakat kecil, yang diibaratkan bertempat tinggal di rumah bara. Adanya tindakan amoralitas sejumlah oknum yang menyebabkan menganganya kesenjangan juga menambah bara ini.

Betapa tidak seorang warga Indonesia yang berstatus terpidana yang harusnya mendekam dalam sel, tetapi secara kontroversi mampu melihat pertandingan tennis di Bali. Sementara itu sejumlah 4.000 KK korban bencana Merapi, Mentawai dan Waisor harus direlokasi di bumi ransmigrasi atau relokasi lainnya. Bukankah tindakan yang tidak perlu itu telah menyayat luka lebih dalam lagi bagi si kecil yang terpuruk. Keterpurukan ini telah ditengarai oleh Badan Pusat Statistik (BPS), yang menginformasikan bahwa angka kemiskinan pada 2010 tidak banyak berubah dengan 2009 yakni 14,15 persen.

Lengkap sudah kini nasib rakyat kecil yang hidup di tengah bara aktifitas endogen maupun bara yang durefleksikan dengan berbagai ketimpangan hidup rakyat itu sendiri serta dipusari distorsi cuaca yang ekstrim. Sehingga janya jiwa masionalis yang tersemat kokoh di dada Bangsa Indonesia yang bakal menjamin eksistensi negeri Rayuan Pulau Kelapa ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar