Rabu, 16 Februari 2011

Demokrasi


Mengapa dalam decade yang sama Rakyat Mesir, Yaman, Aljazair, Tunisia, Iran harus mendenguskan anarkis melawan aparat keamanan yang menyebabkan korban jiwa dan luka serius. Bahkan pada minggu ke 2 Bulan Pebruari, yang berkontroersial dengan Valentine Day, Rakyat Yaman harus berhadapan dengan pihak keamanan yang terlibat dalam perang jalanan, seperti adegan film Hollywood.

Bukankah mereka semua identik dengan Negara penghasil minyak yang semestinya mereka mampu hidup berkecukupan, ditambah lagi sebagian besar saudara saudara kita yang hidup di Timur Tengah menjunjung tinggi kultur sosiologis dan budaya tentang kesetian mereka kepada pemimpin mereka. Sehingga praktis dalam sejarah peradaban manusia dalam konteks berkehidupan berbangsa dan bernegara mereka tidak mengenal pemilihan presiden, sistim demokrasi, aspirasi yang diusung wakilmereka dalam parlemen.

Maka kita tidak heran bila Presiden seperti Moamar Khadafi mampu memimpin Rakyat Libya selama 30 tahun-an, juga Rakyat Syria yang dipimpin Presiden Hafidz Assad, beberapa Negara di jazirah Arab yang dipimpin oleh raja-raja yang berkuasa selama 7 tujuh turunan.

Namun laju perubahan social politik di berbagai belahan bumi terus bergerak bagaikan air bah yang menghantam masyarakat social di manapun berada dengan didukung oleh media, yang cangging dalam kemasan media on line, facebook, twitter dan lain sebagainya, yang tidak ada satupun sistim yang mampu menghalangi tusukan peranan dunia maya ini. Perubahan ini memang terjadi sejak Era Globalisasi I, yaitu era selesinya perang dunia ke 2 dan dilanjutkanya Global;isasi Ke 2 setelah runtuhnya tembok Berlin. Setelah terlebih dahulu Mikhael Gorbache menggelontorkan Perestroika di Negara Beruang Merah.

Sejak saat itu masyarakat merasa sesuatu yang tabu bila dalam Negara yang merdeka dan berdaulat terdapat manipulasi demokrasi yang berterminal pada kepentingan pribadi/keluarga/ kroni/etnis dan kelompok tertentu. Saat itulah mulai bertumbangan banyak demokrasi palsu yang diusung oleh pemimpin pemimpin dunia yang otoriter/ dictator.

Namun apa hendak dikata, meski Negara Negara di Timur Tengah tidak bergeming untuk segera mengusik kepalsuan demokrasi, korupsi, menumpuk kekayaan pribadi. Kroni dan perlakuan sewenang-wenang terhadap HAM, karena belum ada satupun instrument social yang memicunya.

Hingga memang langit yang melingkungi Bumi ini mulai menghendaki atmosfer yang menjadi selimut bumi harus berganti dengan demokratis. Langit menandai bangkitnya demokrasi setelah menyemai cuaca ekstrim di belahan bumi. Hingga awal Bulan Januari 2011 sebagian besar Negara begara maju di wilayah Eropa Barat Daya (Denmark, Scotlandia, Irlandia, Inggris, Perancis dsb) telah diterkam Badai Salju, Sehingga jalan jalan raya di semua Negara tersebut menjadi lumpuh. Lantaran semua ebndaraan yang melewati jalan yang berlapis es ini seperti berjalan di jalan kaca. Ditambah lagi dengan sebagian besar wilayah Rusia yang dilanda hujan es, atau hujan air yang langsung membeku menjadi es setelah menyentuh daratan. Pada Negara negar yang dilanda cuaca dingin tersebut praktis telah menutup bandara/stasiun kereta api/jalan darat. Sehingga menyebabkan kelumpuhan ekonomi. Para ahli cuaca di Negara Negara tersebut mengkategorikan sebagai musim dingin yang paling buruk selama satu abad ini.

Negara Paman Sam sendiri menjadi tak berdaya saat awal tahun ini 1/ 3 wilayahnya telah tertutup es yang tebal. Apalagi ditambha dengan laju perkembangan ekonomi yang mendekati 0 %, maka secara sepintas dunia memang sedang mengalami krisis segalanya akibat Word Clymate Change.

Kita merasakan kepiluan yang mendalam setelah mengamati saudara saudara kita yang hidup di 20 kota di Negara Bagian Queensland tergenang banjir banding yang mampu mencapai ketinggian 7 meter di beberpa empat. Belum stabil kehidupan mereka datanglah Badai Cyclon Yasi yang memporak porandakan beberapa kota pantai di Queensland. Hingga minggu pertama Bulan Pebruari 2011 telah terjadi danau genangan air banjir sepanjang 90 kmi di pantai pantai Queensland.

Tentunya pemerintah Australia harus merogoh kocek lebih dalam lagi guna penyelamatan warganya, yang mencakup belanja bahan makanan, relokasi sementara, obat pbatan dan perlengkapan lainnya, yang sudah barang tentu membuat Negara Kanguru tersebut mengalami krisis keuangan. Bahkan untuk tahun ini mereka bakal menerapkan pajak majanan kepada rakyatnya.

Belum lagi bencana berbagai macam yang didera Negara Negara di belahan bumi manapun seperti Chili dan kekeringan yang melanda sebagian Negara Negara Afrika hingga menipisnya bahan pangan rakyat Negara tersebut.

Dengan adanya raut wajah langit yang tidak berseri dari akhir tahun 2010 hingga awal tahun 2011 ini, menjadikan terjadinya krisis di setiap pelosok bumi. Maka bagi Negara Negara yang sebagian besar ketangguhan ekonominya bergantung kepada Negara lainnya tentu saja terimbas dengan krisis semacam ini. Krisis ini dimulai dengan adanya kenaikan harga harga bahan kebutuhan pokok, dicabutnya subsidi minyak oleh Negara dan lain sebagainya, Menyebabkan krisis ketidak percayaan terhadap pemerintahan yang berkuasa.

Seperti kita ketahui bahwa Mesir adalah Negara soaialis yang bercirikan banyak membelanjakan dananya untuk subsidi tentu saja dampak seperti ini sangat berpengaruh terhadap budget Negara tersebut. Ditambah lagu dengan sikap rakyatnya yang sudah terbiasa memperoleh subsidi, maka tentu saja kemarahan dengan mengarahkan telunjuk kepada biang penyebab krisis ini, yang tidak lain adalah presiden mereka. Maka terciptalah tragedy penurunan paksa pemimpin mereka, yang merambah ke Negara Timur Tengah lainnya.

Jumat, 11 Februari 2011

Husni Mubarak

Sumber: Google Picture, 2011

Selama 30 tahun Mesir di bawah kebijakan perseorangan, yaitu Husni Mubarok yang berlindung di Partai Nasional Demokrat. Presiden yang merupakan presiden terkaya di dunia dengan kekayaan 71 milyar US Dollar telah didukung sepenuhnya oleh Negara Israil dan Eropa Barat serta AS. Banyak pihak yang mendapat keuntungan dengan Husni Mubarak ini, yaitu Israil dengan perjanjian damainya yang dirancang oleh pendahulunya Presiden Anwar Sadat. Bahkan Israil dengan tegas menyatakan keberatan dengan adanya pengunbduran Mubarak.

Lantas siapa yang bakal terjadi setelah mundurnya Mubarak. Kita belum bisa mendeteksi akan masalah ini. Kemungkinan akan tampil sosok militer yang berbaju semu seorang democrat, tapi tetap akan meneruskan kebijakan Mubarak dan akan terus menggalang perdamaian dengan Israil. Hal ini bisa kita mengambil fakta pada masa Israil menyerang Gaza, banyak intelejen Mesir yang membantu Israil.

Namun sistim pemerintahan Mesir akan jauh berbeda apabila pemerintahan diusung oleh Partai Liberal Islam yang sama sekali menuntut agar Mesir menjadi Negara independent tidak didikte AS, Eropa Barat dan Israil.

Tapi yang jelas Mesir sudah berada di ambang demokratisasi, dengan syarat Partai Nasional Demokrat menjadi partai yang netral dan mampu mengantarkan aspirasi rakyat Mesir.

Metamorfosis Bangsa Indonesia

Sumber Edy CT IPB 2001Sumber : Edy CT IPB 2001

Metamorfosis sebenarnya adalah istilah dalam Biologi yang berarti perubahan fase dalam siklus reproduksi/hidup suatu individu hewan. Sepanjang proses metamofosis tersebut, setian perubahan dari fase satu ke fase lainnya, hewan mengalami perubahan totalitas fenotipnya (karakter fisiknya), contoh perubahan fase ulat, kepompong an berlanjut ke kupu kupu. Dari ketiga fenotip tersebut, jelas antara satu fase dengan lainnya, terdapat perubahan signifikan. Sehingga individu yang menempati awal proses metamorfosis memiliki identifikasi biologis yang berbeda dengan individu di akhir proses metamorfosis.

Apabila dalam sebuah Negara berdaulat seperti Negara Indonesia yang kita cintai ini telah lahir sebuah generasi yang berciri telah mengidap dekadensi moral yang demikian ekstrim lantaran berbagai factor penentu yang memusari, seperti tuntutat hedonisme, hilangnya nasionalisme yang menjadi modal utama para pendiri Negara ini, nonkompromitas terhadap nilai dan norma social dari masyarakat stratifikasi bawah hingga ke atas. Maka tentu saja bisa kita analogikan dengan lahirnya perubahan jati diri generasi tersebut terhadap generasi pendahulunya.

Rasa getir dalam dada kita pasti timbul bila kita mengamati karakter yang menerpa anak bangsa generasi sekarang, yang sama sekali berbeda dengan karakter komunitas “The Founding Fathers”, yang nota bene adalah generasi yang mengorbankan apa saja, bahkan nyawa mereka demi berdirinya Negara yag berdaulat, berkeadilan dan adil serta makmur.Meski sudah tak terbilang lagi berapa media, petinggi serta tokoh masyarakat yang membahas masalah ini. Namun lantaran tidak adanya upaya penyembuhan deviant ini yang konkrit, tajam serta akurat. Maka gagasan dan upaya pencerahan terhadap penaganan inipun harus terus dilakukan, demi anak cucu kita agar mereka kebagian kekayaan sumber daya alam bumi nusantara ini, kebagian devisa, kebagian jati diri yang santun, ramah dan terbuka.


Ketidakmampuan mengakomodasi akar permasalahan yang sebenarnya dari para pengembil kebijakan masalah deviant anak bangsa menuju cirri karakter yang kita tidak pernah tahu sebelumnya, jelaslah menambah sarat bangsa ini dalam menjaga kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, maka tindakan brutal masyarakat kita telah menggema di setiap lini kehidupan. Ditambah lagi budaya korupsi derngan moralitas yang tak tahu malu ini masih saja terjadi dari tahun ketahun diseantero bumi nusantara ini.

Budaya korupsi para petinggi inilah yang kita jadikan prioritas utama penyebab ancaman runtuhnya kejayaan Bumi Pertiwi. Apabila hal ini terus saja menggema maka rapuhlah pilar penyangga eksistensi sekaligus jati diri bangsa. Pilar yang dimaksud di atas adalah Pancasila, UUD 45, Bhineka Tunggal Ika dan Sumpah Pemuda. Fenomena tersebut bisa kita analogikan dengan rapuhnya pilar yang kokoh akibat ulah rayap.
Rayap adalah serangga sosial anggota bangsa Isoptera yang dikenal luas sebagai hama penting kehidupan manusia. Rayap bersarang di dan memakan kayu perabotan atau kerangka rumah sehingga menimbulkan banyak kerugian secara ekonomi. Rayap masih berkerabat dengan semut, yang juga serangga sosial. Dalam bahasa Inggris, rayap disebut juga "semut putih" (white ant) karena kemiripan perilakunya. Dalam koloni, rayap tidak memiliki sayap. Namun demikian, beberapa rayap dapat mencapai bentuk bersayap yang akan keluar dari sarangnya secara berbondong-bondong pada awal musim penghujan (sehingga seringkali menjadi pertanda perubahan ke musim penghujan) di petang hari dan beterbangan mendekati cahaya. Bentuk ini dikenal sebagai laron atau anai-anai. (Wikipedia, 2011).

Selanjutnya menurut Rudy C Tarumingkeng, PSIH IPB (2001), masyarakat umum juga sudah memaklumi bahwa rayap adalah serangga yang merugikan karena merusak (makan) kayu. Ini tergambar dalam pepata lama : "bak kayu dimakan rayap" yang mengungkapkan kehancuran, kelemahan atau deteriorasi. Sebagai serangga sosial rayap hidup dalam masyarakat yang disebut koloni. Karena di dalam koloninya terdapat bahan-bahan dan proses-proses yang dapat menjamin kelanjutan hidupnya. Ibarat seorang penderita penyakit yang seumur hidupnya mutlak memerlukan sejenis obat yang selalu ditelannya pada saat-saat tertentu, dan jika diumpamakan bahwa obat itu tak dapat dibawanya ke mana-mana, hanya dapat disimpan di rumahnya.

Dari hewan yang tak bersayap hingga memiliki sayap adalah metamorfosis yang dialami rayap, demikian juga perilaku yang bergesar signifikan yang diusung oleh anak bangsa menjadi perilaku yang mengalami mutasi, adalah suatu perjalanan berkehidupan dan berbangsa layaknya metamorfosis yang dialami anak bangsa kita. Mereka oknum pejabat dan strata grassroot yang anarkis, adalah mereka yang berkoloni untuk melakukan tindakan tak terpuji. Bagi oknum koruptorpun cenderung hidup bermegah-megahan (hedonisma) mirip rayap yang bersayap beterbangan kesana kemari di sekitar lampu terang benderang. Contoh nyata dari fenomena di atas adalah sikap Gayus dan pusaranya, Miranda Goeltom, Hary Sabarno, Bachtiar Hamzam serta oknum lainya yang berkoloni membentuk barisan dengan taring tajam menggrogoti keuangan Negara.