Selasa, 10 Agustus 2010

KEMERDEKAAN Di Titian Jalan PANJANG

Kemerdekaan secara mudah diucapkan lisan hanyalah makna “bebas dari rasa takut, tekanan suatu pihak, keangkuhan tirani, ketidak adilan hukum, eksploitasi/perbudakan manusia modern, kemiskinan dan kebodohan dan tekanan menyampaikan pendapat, politik serta terhalangnya life-style (gaya hidup) yang kita sukai”. Makna sebuah kemerdekaan pada umumnya mengacu pada rumusan deklarasi kemerdekaan Thomas Jefferson yang mengadopsi “teori kontrak pemerintahan” ajaran John Locke sebagai “unalienable right” to “life, Liberty, and the pursuit of Happiness.”. Jefferson mendasarkan kemerdekaan pada kebutuhan manusia yang lebih hakiki, yaitu hak untuk mencapai kebahagiaan hidup. Sedangkan menurut teori “Politik Autonomi dan Kemerdekaan” suatu wilayah dari Jordi Brants kemerdekaan adalah proses status politik yang seharusnya diperoleh dari daerah jajahan atau daerah kekuasaan sebuah negara (subordinated region). Perjalanan panjang sebuiah kemerdekaan diawali dengan pendirian PNI pada tanggal 4 Juli 1927 oleh “The Founding Father” Soekarno, sebagai sebuah legitimasi politik yang menasional. Mulailah saat itu kesadaran bernasionalisme yang tinggi mulai mendekam di tiap sanubari anak bangsa. Meski perjuangan itu mengakibatkan dia harus berurusan dengan Kepolisian Negara colonial dan dijebloskan dalam penjara Sukamiskin Bandung. Delapan bulan kemudian, tepatnya pada tanggal 29 Desember 1929, pada persidangannya. Soekarno menyampaikan pembelaannya yang berjudul “Indonesia Menggugat “, yang berisikan tentang kebobrokan Pemerintah Kolonial Belanda di Indonesia. Keberanian Soekarno dalam menggugat colonial Belanda adalah cerminan dari sikapnya yang konsisten, tegas tanpa kooperatif dengan penjajah atau anti kolonialisme yang tumbuih sejal mudanya, Sikap ini dipertahankan hingga Soekarno menjabat sebagai Presioden RI, yang sama sekali tidak mau menerima pinjaman dari dunia barat. Soekarnopun berpendapat bahwa uluran tangan dari kapatilis negara barat, hanyalah kedok saja yang sebenarnya adalah gaya negara barat untuk melakukan neokolonialisme melalui kerjasama ekonomi. Meski PNI yang dibidani telah diberangus oleh colonial Belanda, tekad dan semangat nasionalisme anti imperialis tetap bergelora. Oleh karena itu tidak lama setelah dia keluar dari penjara Sukamiskin, Soekarno mendirikan Partai Indonesia (PARTINDO), sebuah partai politik yang memiliki sifat organisasi yang radikal dan nyata-nyata menentang Belanda. Sifat Partindo yang radikal ini tak di senangi oleh Bung Hatta. Karena tak sependapat dengan Partindo beliau mendirikan PNI Pendidikan (Partai Nasional Indonesia Pendidikan) atau disebut juga PNI Baru. Organisasi ini didirikan di Yogyakarta bulan Agustus 1932, dan Bung Hatta diangkat sebagai pemimpi. Organisasi in. Berbeda dengan Soekarno, Bung Hatta lebih memperhatikan “ kemajuan pendidikan bagi rakyat Indonesia, menyiapkan dan menganjurkan rakyat dalam bidang kebathinan dan mengorganisasikannya sehingga bisa dijadakan suatu aksi rakyat dengan landasan demokrasi untuk kemerdekaan “. (Muhammad Hata. Wikipedia,2010). Namun apapun visi politik para anak bangsa pejuang kita, tetap saja memiliki tujuan final yang sama yaitu “Indonesia Merdeka”, lepas dari himpitan penjajah yang tidak memiliki jiwa manusiawi. Dengan demikian betapa mahalnya sebuah kemerdekaan bagi kita, yang lebih tepat disebut sebagai “Anugerah Tuhan Yang Kuas”. Mahalnya harga kemerdekaan ini ditengarai oleh pernyataan salah satu “The Founding Father” kita, A.H.Nasutian dalam Bukunya “Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia” mewasiatkan kepada kita agar bisa meresapi bahwa kemerdekaan yang kita nikmati sekarang memang mahal harganya, sehingga diharapkan kita tidak mau menyia-nyiakan begitu saja. Lantas bagaimana sebuah kemerdekaan akan berakhir begitu saja bila mencermati sinyalemen Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Rusman Heriawan, yang mengatakan “angka kemiskinan” pada 2010 tidak banyak berubah dengan 2009 yakni 14,15 persen, dan di Indonesia orang suka atau tidak suka harus bekerja jikalau menganggur ia akan mati. "Angka kemiskinan pada Maret 2009 berkisar pada 14,15 persen dan data yang akan keluar pada Maret 2010 angkanya kemungkinan masih pada kisaran itu," ujarnya seusai konferensi pers di Hotel Sari Pan Pacific Jakarta, senin. Menurut dia salah satu komponen perhitungan kemiskinan seperti penghitungan garis kemiskinan sangat dipengaruhi oleh harga-harga yang dikomsumsi masyarakat miskin. Selanjutnya Rusman juga menyatakan bahwa jumlah pengangguran terbuka turun dari 8,14 persen pada Februari 2009 menjadi 7,87 persen pada Agustus 2009 yang menyebabkan jumlah pekerja tidak penuh di Indonesia meningkat. Kondisi seperti ini mengakibatkan 12 juta Anak Indonesia menjadi putus sekolah dan sebanyak 1,2 juta anak-anak kita menjadi anak jalanan. Memasuki usia kemerdekaan yang ke -55 tahun, masih saja wajah Bumi Nusantara ini berwarna suram, akibat menguatnya anarkisme, perseteruan oknum petinggi, korupsi berjamaah, rekening gemuk yang dimiliki pribadi oknum petinggi kita, dan perilaku amoralitas lainnya. Salah satu keterpurukan mentalitas para oknum petinggi kita telah berhasil di record oleh LSM internasional, yaitu “Political Economic and Risk Consultancy” (PERC), yang menyatakan bahwa tahun 2005 Indonesia berpredikat negara terkorup pertama di Asia. Menurut survei yang dilakukan Transparency International Indonesia (TII) pada 2006, hakim dan pejabat pengadilan merupakan pihak yang paling berinisiatif meminta suap. Itulah kenyataan yang harus dihadapi oleh bangsa Indonesia hingga saat ini. Timbulnya keacuhan dan menipisnya nasionalisme dan ketidakperdulian antar sesama telah menjauhkan Masyarakat Indonesia dengan cita-cita bersama yang telah dipentrasikan oleh para pendiri negara ini jauh ke dalam Bumi Pertiwi. Menurut Mantan Wagub Lemhanas dan Ketua Gerakan Implementasi Pancasila (GIP), Moerwanto Soeprapto bahwa kehidupan bangsa kita telah dilanda pola sikap neoliberalisme pada tahap yang kritis, sehingga bisa mengancam kehidupan nasionalisme kita dan lebih jauh lagi mengancam eksistensi NKRI. Dengan demikian tidak ada lagi kata menunda untuk segera menyigapi distorsi kehidupan bertatanegara kita. Sehingga sematan bangsa yang Hidup Rukun Damai dan Sentosa akan kita dapatkan kembali di masa-masa yang akan datang.

UNTUK KITA RENUNGKAN

Peduli terhadap realita yang mencuat di sekeliling kita, adalah salah salah satu pertanda “manusia yang menghayati semua peribadatan” . Bukan hanya kepedulian terhadap lingkungan sosial saja, tetapi kepedulian terhadap kerusakan lingkungan juga termasuk upaya manusia yang bermanfaat terhadap sesama, sebagai Khalifah di bumi. Bukankah kerusakan lingkungan yang terus ditelantarkan, pada gilirannya nanti bakal mengancam eksistensi kita semua. Rasa khawatir kita sebagai organisma “Primata berderajat paling tinggi” kini merebak dan menggayuti hati kita semua. Bila kita mencermati sebuah realita tentang saudara saudara kita di Uni Sovyet yang sedang berkubang kerusakan iklim.Betapa tidak, menurut salah satu laporan televise swasta nasional, memaparkan bahwa mereka telah meradang di bawah temperature 38 derajat Celsius. Penyebab perubahan suhu yang tidak seperti biasanya ini, adalah sebagian dari menggejalanya kasus pemanasan global. (global warming). Seperti kita ketahui bersama bahwa suhu rata-rata pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 °C (1.33 ± 0.32 °F) selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa, "sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia melalui efek rumah kaca” . Kesimpulan dasar ini telah dikemukakan oleh setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik, termasuk semua akademi sains nasional dari negara-negara G8.. Model iklim yang dijadikan acuan oleh projek IPCC menunjukkan suhu permukaan global akan meningkat 1.1 hingga 6.4 °C (2.0 hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 hingga 2100. (Pemanasan Global, Wikipedia, 2010). Dampak negatif yang dapat ditimbulkan oleh pemanasan global tersebut adalah terjadinya kerusakan sirkulasi air laut, sehingga menimbulkan perubahan cuaca yang sulit dipredeksi., timbulnya gejala kekeringan yang lebih parah di daerah gurun , kegagalan panen yang terjadi di mana-mana sehingga menyebabkan terbatasnya persediaan pangan, kelangkaan air dan sumber-sumber air, kelapran yang melanda dunia dan menyebabkan banyak kematian, mebyebabkan perubahan cuaca yang ekstrim dengan cirri banyak terjadinya badai, menyebabkan berbagai penyakit baik untuk manusia maupun hewan, timbulnya gelombang panas yang mematikan, berkurangnya habitat hewan dan tumbuhan, menyebabkan emigrasi besar besaran manusia dari daerah tandus ke daerah yang lebih baik, bertambahnya konsumsi energi untuk kebutuhan rumah tangga, menyebabkan polusi udara dan menghilangnya lapisan es atau glaciers.( http : // epa.gov/ climate.change/emission ). Perubahan cuaca tersebut di atas memang menimbuilkan konsekuensi logis yang negatif, terbukti dengan terjadinya cuaca yang ekstrim seperti yang kita rasakan mulai 2 bulan terakhir (Juli dan Agustus) di Indonesia. Bisa kita cermati juga contoh lain, yaitu terjadinya banjir bandang byang menerjang Pakistan barat laut tepatnya di Nowshera, pada hari Selasa (3/8) yang telah menyebabkan lebih dari tiga juta orang merana. Korban yang te¬was mencapai 1.400 orang . Menyusul kemudian banjir di Zhouqu,China yang menewaskan 1424 orang serta lebih dari 2000 dinyatakan hilang. Padahal pada bulan bulan itu, mereka biasanya hidup di bawah musim kemarau. Lantas bagimana saudara kita yang di Uni Sovyet, mereka biasa hidup di tengah temperature udara 24 derajat Celsius. Selanjutnya dilaporkan bahwa dengan naiknya suhu udara, menyebabkan kenaikan 300 % kandungan CO (karbonmonoksida) di atmosfer. Padahal salah satu sifat CO di muka bumi ini adalah mampu menghalangi fiksasi “alveolus” terhadap Oksigen di paru paru organisme konsumen (manusia dan hewan). Disamping itu juga bersama sama dengan CO2 (karbon dioksida) karbonmonoksida bakal menyerap kalor matahari. Hal ini menimbulkan perubahan temperature atmosfer meningkat dari tahun ke tahun. Dari realitas fenomena di atas pasti akan timbul pertanyaan dalam benak kita, akankah eksistensi manusia tetap berlangsung seratus tahun ke depan bila fenomena ini terus berlangsung, atau mungkin pula akan lahir organisma manusia straint baru, yang mengalami mutasi genetic. Hal ini wajar saja bisa terjadi, karena manusia adalah organisma yang memiliki daya adaptasi yang paling comfortable dibanding dengan organisma lainnya. Ditambah lagi manusia memiliki software dengan iptek sebagai hasil cipta dan karsa mereka. Namun demikian hingga kini belum ada satu laporan ilmiahpun yang memprediksi fenomena mutan tersebut. Karena memiliki kompleksitas yang tinggi. Oleh karena itu sebuah tindakan manusia dalam upaya pencegahan ini semua perlu dikedepankan sebagai upaya yang paling bijak dan masuk akal. Fenomena yang mengancam eksistensi hidup manusia adalah dimulai dengan tindakan sembrono manusia itu sendiri yang tidak memperhitungkan dampaknya di kemudian hari. Hingga generasi sekaranglah yang harus mewarisi bumi yang sudah tidak ramah lagi. Dengan sebuah asumsi yang kasar, kita bisa mendeskipsikan bahwa temperature bumi di tahun 2112 adalah sekitar 43 ° C. Di tengah temperatur udara setinggi itu, maka jelas sudah species manusia bakal menemui kepunahan, kecuali bagi mereka yang mengalami peruabahan anatomis, fisiologis dan kriteria biologis lainnya. Atau dengan olahan cipta dan karsanya manusia mencoba merekayasa lingkungan hidup sedemikian rupa hingga mampu eksis entah sampai kapan atau bahkan dengan ilmu genetic yang telah maju dengan pesat, manusia mampu menciptakan strain manusia mutan yang telah direkayasa genetiknya. Dengan teknik tambal-sulam ikatan DNA yang terdapat pada kromosom manusia atau kromosome hewan. Sehingga manusia mampu mengkombinasikan peta-genetik hewan dan manusia demi daya tahan manusia terhadap change of climate tersebut. Benarkah fenomena tersebut bakal terjadi di masa depan. Mengacu pada kerusakan iklim yang ekstrim sekarang maka fenomena tersebut bukan isapan jempol biasa. Hanya rasa tunduk kita kepada Tuhan yang Kuasa yang direfleksikan dengan perlakuan santun terhadap alam semesta inilah yang bakal menjadi penyelemat keberlangsungan hidup kita.