Senin, 26 September 2011

PARADE KORUPSI NASIONAL


Setiap bangsa yang telah berdaulat dan larut dalam pergaulan antar bangsa di persada pergaulan internasional, tentunya menyepakati akan raihan prestasi masa depan dalam hal kesejahteraan, kedamaian, ketertiban, keberlangsungan hidup yang relatif abadi dan lain sebagainya. Raihan tersebut pada akhirnya membuahkan “Way of Life” dari segenap putra putra bangsa yang mengusungnya. Raihan prestasi itu pula, dapat menjelma menjadi atmosfer kehidupan anak bangsa yang real, bila putra putra bangsa terinternalisasi untuk merealisasikan atau bahkan hanya sekedar fatamorgana, bila derap kaki putra putra bangsa hanya berjalan setengah-setengah. 

Sejarah telah mencatat dan bisa dijadikan bukti, bahwa semua anak Bangsa Indonesia pernah berusaha menggapai kehidupan masa depan bangsa dengan mengorbankan semua yang dimilikinya, dari mulai harta, darah, jiwa dan raga demi sebuah harga diri dan kebebasan anak cucu semua anak bangsa tersebut. Masih terselip dalam sanubari kita, kala pejuang bangsa di Surabaya, yang berdatangan dari berbagai penjuru berusaha menghalau 1 brigade The Fighting Cock, julukan pasukan Inggris yang dipimpin Jenderal Mallaby, pada Bulan November 1945. Perjuangan untuk meraih cita cita dan jati diri bangsa telah menelan korban ratusan ribu jiwa dan berhasil mempertahankan Kota Surabaya selama satu bulan. Pertempuran tersebutpun diakui Ayam Jago dari Inggris itu sebagai pertempuran yang terdahsyat yang mereka hadi, meski persenjataan kedua belah pihak sama sekali tidak seimbang 

Bila kita tarik garis waktu kejadian 66 tahun yang lalu dengan era sekarang, maka akan kita hadapi hubungan yang kontroversi. Kala itu tidak ada satupun oknum petinggi bangsa yang berperilaku menggelembungkan perutnya sendiri dengan cara menggelembungkan belanja uang Negara, jarang terjadi satu oknum petinggi bangsa yang sempat membohongi publik demi tujuan pribadi. Kala itu terdapat pemeo yang menggaungkan gugur satu tumbuh seribu. Berlainan dengan pemeo ditangkap satu koruptor terbongkar 1000 koruptor baru. Betapa tidak, kasus Gayus masih belum hilang dari ingatan kita, lantas tidak beberapa lama kita mendengar keterangan media bahwa telah terjadi korupsi pada pembangunan Wisma Atlet SEA GAES di Palembang, menyusul kemudian tudingan uang suap untuk Muhaiman Iskandar Semoga saja kasus kasus korupsi yang seakan membentuk parade tidak banyak terulang lagi, meski kita tidak akan pernah mampu melibas kasus kotupsi menjadi “Zero Corruption “. Karena apabila kasus tersebut hanyalah tekad kita yang hanya “lips only” maka jadilah tanah tumpah darah kita hanya unggul di Parade Korupsi yang berlangsung di seluruh pelosok tanah air, yang paling memalukan dengan panji panji kebesaran parade yang dibawa oleh oknum petinggi, tepatnya oleh oknum pejabat/mantan pejabat bupati/walikota/gubernur.mentri/pemimpin partai dan lain sebagainya. Kita harus ingat bahwa perilaku tersebut mampu menjadi sikap hidup negatif yang darimbas menjadi pembelajaran social kepada seluruh kehidupan masdyarakat Indonesia, dari rakyat kecil hingga petinggi sang peneladan bagi “grassrote”. Oleh karena itu, kita lebih prihatin bila sudah tidak ada lagi kejujuran untuk si abang becak/pedagang baskso/pedagang mi ayam/pedagang buah dan lain sebagainya, bahkan lebih parah lagi menjalar menjadi sikap tak jujur bagi sebagian oknum pendidik yang member kunci jawaban pagi anak asuhnya yang mengikuti UN dari tahun ke tahuan Lantas dari sisi mana kita mampu membawa bangsa ini menjadi bangsa yang besar dan disegani di seluruh pelosok dunia, apabila parade korupsi ini menjadi semakin hingar bingar tak kunjung usai, selaras dengan suhu perpolitikan yang menjadi kian tak menentu. 

Padahal di era Soeharto-negarawan yang yang pernah kita gulingkan-pengentasan kemiskinan, yang nota bene mengusung pembangunan segala bidang telah berlangsung dengan cukup sistimatis dengan pelaksanaan Repelita.Terbukti “The Smilling Jenderal” berhasil menjalankan perekonomian dengan hasil yang mencengangkan, dan membawa stabilitas serta kemakmuran sampai tahun-tahun terakhir pemerintahannya Namun kita bahkan tidak mampu menjilpaknya atau bahkan meneruskan hasil pembangunan tersebut. Padahal kita lebih unggul dalam hal segalanya, termasuk diantaranya adalah tranparansi semua aspek kehidupan, hadirnya institusi HAM, keterbukaan pers dan lain sebagainya. Namun nyatanya “Man Behind Gun” belum siap segalanya. Atau mungkin benar saja, bila kita mengakui hasil riset “Human Development Indeks”. yang menempatkan SDM kita di bawah SDM Vietnam, dengan slogan “The Killing Fields” yang baru merdeka tahun 1975. Cara yang handal dan terintegrasi harus kita mulai dari sekarang, agar kita mampu bangun dari tidur panjang, sehingga kita akan berdaya guna lagi di kemasan pertumbuhan ekonomi sampai 7 % seperti yang digagas SBY baru baru ini. Cara yang jitu bisa kita aplikasikan dengan salah satu diantaranya, adalah mengusung daya gerak yang serempak, terarah dan bertanggung jawab, dari mulai si kecil hingga para petinggi yang penuh rasa nasionalisme yang tulen, seperti pada generasi terdahulu yang mampu mengenyahkan anjing anjing NICA 

Dengan langkah berkontinyuitas perihal tekag kita bersama tersebut di atas, dapat kita yakini bersama tentang keberhasilan tujuan kita, asal tidak terjadinya norma hukumyang berwarna abu abu, yang tidak menjadikan penegak hukum bertindak tumpang tindih dalam menuntut kewenanganya yang saling silang. Masih adakah hasrat yang ditekadi bersama agar kita mampu menepiskan Parade Kodupsi Nasional ini ?.